21 November 2010

Perlindungan TKI Diplomasi SBY soal TKI Paling Lemah

INDONESIA PLASA BY: TONI.S


Dibandingkan dengan presiden lainnya pascareformasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai sebagai presiden dengan kebijakan diplomasi yang paling lemah terkait perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayat dalam diskusi mingguan Polemik bertajuk "Pahlawan Devisa yang Tersiksa" di Warung Daun Cikini, Sabtu (20/11/2010).

Anis menilai situasi diplomasi terkait perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) saat ini bersifat extraordinary. Makin banyak TKI yang divonis mati oleh penegak hukum negara tujuan pengiriman TKI di masa pemerintahan SBY.

"Tiga TKI divonis tetap oleh Mahkamah Agung Malaysia dengan hukuman mati, karena presiden kita jawara dalam bertahan, makanya saya tak tahu. Padahal, diplomasi TKI dari presiden itu penting sekali," ungkapnya.

Meski juga masih ada kelemahan di sana-sini, tetapi Anis memuji perhatian penuh mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Keduanya dinilai sangat memerhatikan nasib para TKI yang menghadapi persoalan hukum.

Gus Dur, lanjutnya, bertindak cepat ketika Siti Zainab, TKI asal Madura, menghadapi ancaman hukuman mati. "Gus Dur langsung menghubungi Raja Fahd di Arab sehingga ditunda vonis hukuman matinya," katanya.

Sementara itu, Megawati memberikan perhatiannya dengan mengundang Nirmala Bonat, TKI asal Nusa Tenggara Timur, dan keluarganya ke Istana Negara ketika menghadapi persoalan hukum.

Sementara pada masa SBY, lanjutnya, makin banyak korban. Saat ini saja, dua TKI sudah dieksekusi mati di Mesir dan Arab Saudi. Seorang TKI lagi tengah menunggu eksekusi mati di Arab Saudi. Migrant Care mencatat, ada 5.636 kasus kekerasan dan pelecehan seksual kepada para TKI di luar negeri. "Ini yang terpantau saja ya. Yang lain, kita belum tahu," tandasnya.



Melihat banyaknya kasus kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) dan yang terakhir kasus penyiksaan terhadap Sumiati di Arab Saudi, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum meminta kepada pemerintah menghentikan pengiriman TKI ke luar negeri untuk sementara waktu.

“Saya setuju kalau untuk sementara ada jeda pengiriman TKI ke Negara-Negara yang banyak kasusnya,” ujar Anas usai meresmikan rumah inspirasi salah satu Kader Demokrat di Denpasar, Bali, sabtu (20/11/2010) siang tadi.

Anas menambahkan, dalam periode waktu jeda ini pemerintah harus melakukan perbaikan yang nyata seperti evaluasi kinerja PJTKI, proses perekrutan, dan menyiapkan MOU antara Indonesia dengan pihak Negara yang menerima.

“Termasuk dengan Arab Saudi perlu moratorium. Ini harus kita manfaatkan untuk membangun MOU yang jelas, tegas dan menguntungkan,” jelas Anas.

“Saya yakin kalau itu dilakukan TKI kita akan semakin terlindungi haknya, baik ekonomi dan sebagai manusia,” pungkasnya.


Tidak semua negara memberikan perlindungan yang baik kepada tenaga kerja asing. Deputi Penempatan TKI BNP2TKI Ade Adam Noch mengatakan, Arab Saudi adalah salah satu negara dengan koridor hukum yang lemah dalam hal perlindungan tenaga kerja perseorangan, seperti pembantu rumah tangga.

Lantas, mengapa Pemerintah Indonesia tetap melanggengkan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke negara ini? "Ini kan masih proses untuk melakukan diplomasi sekarang. Apakah nanti akan berujung kepada moratorium, itu bukan wilayah saya," kilah Ade di Warung Daun Cikini, Sabtu (20/11/2010).

Ade mengatakan, kekuatan perlindungan terhadap tenaga kerja asing tergantung pada negara tujuannya. Menurutnya, Arab Saudi melihat profesi pembantu rumah tangga sebagai wilayah privat yang tak bisa diintervensi oleh publik sehingga mungkin saja terjadi banyak pelanggaran.

Berbeda dengan pembantu rumah tangga, para TKI yang memang diproyeksikan bekerja di suatu perusahaan lebih terjamin karena diatur dalam perlindungan hukum yang jelas dan memiliki serikat pekerja. Sementara itu, pembantu rumah tangga, lanjutnya, jarang yang memiliki sentra atau serikat.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan pemerintah masih terus mengirimkan TKI ke Arab Saudi karena pemerintah belum menetapkan Arab sebagai zona merah penempatan TKI.

Menurut UU, negara zona merah hanyalah untuk negara konflik. "Jadi perlu ditambah dengan negara-negara yang koridor hukumnya atau karakternya tidak menghormati perempuan, HAM, tidak menempatkan pekerja sebagai pihak yang harus dilindungi. Ya kita harus membuat itu sebagai zona merah," katanya.

Sementara itu, pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana mengatakan meski perlindungan hukum terhadap TKI di Arab Saudi lemah, pengiriman TKI masih dimungkinkan jika pemerintah mau membuat konvensi bilateral secara khusus.

"Saya usulkan buat konvensi seperti ini secara bilateral, bukan multilateral, untuk melindungi TKI-TKI. Majikan-majikan di Arab lebih takut dengan tenaga kerja dari Filipina dan Banglades. Mereka kan anggap TKI kita itu manut-manut saja, dipukul mau. Butuh ketegasan pemerintah untuk menanggapi ini," ucapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INDONESIA PLASA