TAIPEI, KOMPAS.com — Petugas Departemen Kesehatan dan Makanan Taiwan melakukan razia mendadak ke beberapa toko dan menyita mi instan Indomie produksi Indonesia. Mereka menyatakan, mi instan buatan Indofood tersebut mengandung dua bahan yang tidak diperkenankan untuk digunakan dalam makanan dan dilarang diperjualbelikan.
Seperti dilaporkan Blindie Lee, bloger Kompasiana, menurut tes yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Taiwan, Indomie memiliki 2 bahan pengawet yang tidak lolos dalam klasifikasi barang impor, yaitu bahan pengawet hydroxy methyl benzoate pada minyak dan bahan pengawet benzoic acid pada bumbunya.
Kepala administrasi bagian medicine food Wang Shu Fen menyatakan, hydroxy methyl benzoate biasanya dipakai untuk bahan kosmetik. Taiwan sendiri melarang memakai bahan pengawet ini di dalam makanan. Adapun benzoic acid dipakai untuk bahan pengawet makanan, tetapi dilarang dipakai di mi instan. Bahan pengawet ini jika dikonsumsi berkepanjangan akan merusak kinerja liver, sakit maag, muntah, dan keracunan asidosis metabolik.
Dalam rekaman video yang disiarkan PTS (Public Television Service), tampak sejumlah petugas menyegel kardus Indomie dan mengambil mi instan dari rak-rak toko. Konsumen yang sempat membeli mi instan tersebut pun kaget begitu razia dilakukan.
Saat dihubungi Kompas.com, pihak Indofood Consumer Brand Product (ICBP) selaku produsen mi instan tersebut akan mengecek situasi di Taiwan terkait razia tersebut. Indofood tidak yakin mi yang terkena razia adalah produk yang diekspor resmi ke Taiwan karena selama ini perusahaan telah memenuhi aturan yang berlaku di sana.
10 Oktober 2010
INDOMIE DI RAZIA DEPKES TAIWAN DI DUGA MENGANDUNG BAHAN UNTUK KOSMETIK
BAHAN pengawet E218 (Methyl P-Hydroxybenzoate).
"ICBP menekankan bahwa produk perseroan telah sepenuhnya memenuhi panduan dan peraturan yang berlaku secara global, yang ditetapkan oleh CODEX Alimentarius Commission, sebuah badan internasional yang mengatur standar makanan," ujar Taufik Wiraatmadja, Direktur ICBP dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (11/10/2010).
ICBP telah mengekspor produk mi instan ke beberapa negara di seluruh dunia selama lebih dari 20 tahun. Selain memenuhi standar internasional, ICBP menyatakan telah memastikan bahwa produknya memenuhi peraturan dan ketentuan keselamatan makanan yang berlaku di setiap negara di mana produk mi instannya dipasarkan.
Perusahaan tersebut yakin, mi instan yang dirazia bukanlah produk yang ditujukan untuk pasar Taiwan. Klarifikasi ini terkait pemberitaan mengenai razia Indomie di Taiwan yang dilakukan akhir pekan lalu. Petugas Departemen Kesehatan Taiwan sebelumnya merazia Indomie di sejumlah toko karena mengandung bahan pengawet E218 (Methyl P-Hydroxybenzoate).
RAZIA INDOMIE BAGIAN DARI PERSAINGAN DAGANG
"Kalau bagi saya, normatif bahwa itu soal persaingan. Jadi itu persaingan dagang domestik. Taiwan pasti melakukan proteksi. Salah satu barrier memang proteksi, apalagi Taiwan bukan bagian WTO (Badan Perdagangan Dunia)," ujar Franky Welirang saat dihubungi Kompas.com melalui telepon, Senin (11/10/2010) pagi. Alasan tersebut dikatakan Franky karena produk Indomie telah memenuhi aturan standar keamanan internasional dan bisa diterima di negara lain.
Ia mengatakan, sebagai negara yang belum terikat dengan aturan dagang internasional, Taiwan bebas menetapkan aturan yang berbeda. Hal tersebut yang menurutnya menjadi salah satu hambatan untuk memasuki pasar Taiwan. Selain itu, menurut Franky, Taiwan merupakan salah satu negara dengan angka konsumsi dan produksi mi instan yang besar.
"Kemungkinan ada bahan-bahan yang sesuai aturan internasional diperkenankan pada batas tertentu. Namun, bahan itu di Taiwan tidak boleh sama sekali," ujar Franky. Ia mencontohkan aturan zat pemutih pada tepung terigu. Bahan itu di Eropa dilarang sama sekali, sedangkan di AS boleh pada batas tertentu. Adapun hal itu belum diatur di Indonesia.
Dalam rilis pers sebelumnya, ICBP menyatakan bahwa semua produk yang mereka ekspor ke Taiwan telah memenuhi standar yang ditetapkan negara tersebut. Oleh karena itu, Franky mengindikasikan bahwa ada kemungkinan mi instan yang dirazia Taiwan bukan produk yang didistribusikan importir resmi di negara tersebut. Ia menduga ada pihak-pihak yang secara ilegal menyelundupkan produk yang seharusnya tidak ditujukan untuk pasar Taiwan.
AIR LAUT YANG SUDAH BISA DI MINUM
Inovasi yang dilakukan, antara lain, 7.000 meter kubik air laut diubah menjadi 5.000 meter kubik air tawar per hari. Sisanya, sekitar 2.000 meter kubik, menjadi air berkadar garam tinggi yang digunakan untuk kolam apung, salah satu wahana wisata di Ancol Taman Impian.
”Teknologi desalinasi ini menjadi inovasi untuk tidak semata-mata meraih hasil air minum dari sumber air laut tak terbatas,” kata Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Budi Karya.
Kolam apung merupakan manfaat wisata edukatif lain, di samping perolehan air tawar dari proyek Ancol Newater-Sea Water Desalination Plant. Bambang Tutuko selaku Wakil Direktur Arkonin yang menjadi konsultan proyek ini, Selasa (28/9/2010), menguraikan, desain rancang bangunnya bisa untuk memproduksi sampai kapasitas 15.000 meter kubik per hari.
”Desainnya sudah selesai dirancang dan konstruksinya sekarang masih dikerjakan. Akhir tahun ini bisa selesai,” kata Bambang.
Osmosis terbalik
Reverse osmosis atau osmosis terbalik merupakan proses yang ditempuh secara umum untuk mengubah air laut menjadi air tawar. Caranya dengan mendesakkan air laut melewati membran-membran semipermeable untuk menyaring kandungan garamnya. Kandungan garam yang tersaring disisihkan. Sebagian air laut digunakan untuk melarutkannya.
Larutan itulah yang kemudian menjadi bagian dari 2.000 meter kubik per hari yang kemudian disalurkan ke Kolam Apung Wahana Atlantis Ancol.
Dalam kandungan garam tinggi, air kolam itu mampu mengapungkan manusia. Namun, untuk menikmati kolam apung ini, ada beberapa ketentuan yang diberlakukan untuk menunjang keselamatan dan kesehatan.
”Reverse osmosis atau RO ini ditempuh setelah ada berbagai perlakuan terhadap sumber air bakunya,” kata Bambang.
Menurut Bambang, air baku itu diambil dari Danau Ancol. Danau Ancol dirancang untuk menampung pula air hujan ataupun limbah pemanfaatan air bersih yang digunakan berbagai fasilitas publik di kawasan wisata tersebut.
Pemasukan air hujan ataupun limbah pemanfaatan air bersih merupakan upaya untuk menurunkan kadar garam danau payau tersebut. Dengan demikian, diharapkan proses osmosis terbalik menjadi lebih ringan dengan air baku yang rendah kadar garamnya. ”Ini ada kaitannya dengan usia produktif dari teknologi desalinasi ini,” ujarnya.
Untuk menghasilkan air bersih dari air laut ini dibutuhkan energi listrik sebesar 4,72 kilowatt jam per meter kubik. ”Sekarang ini rata-rata listrik per kilowatt jam mencapai harga Rp 1.000,” ujar Bambang.
General Manager Perencanaan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk Sandy Rudiana mengatakan, perusahaannya memiliki kebutuhan air tawar sebanyak 15.000 meter kubik per hari. Saat ini belum bisa terpenuhi seluruh kebutuhannya.
”Dari perusahaan air minum daerah hanya diperoleh 9.000 meter kubik per hari sehingga masih kekurangan 6.000 meter kubik per hari,” kata Sandy.
Selain faktor kekurangan suplai air bersih, menurut Sandy, juga ditemui kendala harga yang terlampau tinggi. Produksi air bersih dari proses desalinasi bisa bersaing dengan tarif air bersih kelas komersial yang mencapai Rp 12.500 per meter kubik. Bahkan, tarif air bersih industri mencapai Rp 15.000 per meter kubik.
Nilai produksi air bersih dengan teknologi desalinasi yang dikembangkan sekarang mampu menekan harga hingga Rp 9.000 per meter kubik.
Pengembangan model
YJ Harwanto, selaku General Manager Ancol Taman Impian PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, mengatakan, proyek desalinasi ini sebagai pengembangan model tatkala ada tuntutan penghentian pengambilan air tanah di Jakarta, terutama di kawasan pesisir Jakarta Utara.
”Model seperti ini harus dikembangkan oleh pihak-pihak lainnya,” kata Harwanto.
Dia mengatakan, perusahaannya tidak pernah mengambil air tanah untuk mencukupi kebutuhan. Namun, mereka menerima imbas paling parah berupa penurunan tanah paling cepat di Jakarta. Saat ini diperkirakan kawasan Ancol mengalami penurunan tanah 26 sentimeter per tahun.
Seperti lokasi kuburan yang dipelihara Pemerintah Belanda di dalam kawasan wisata Ancol, sejak belasan tahun yang lalu masih 1 meter sampai 2 meter di atas permukaan laut. Namun, sekarang sudah berada di bawah permukaan air laut sehingga diperlukan pemompaan air ketika tergenang air laut.
Pengurukan, menurut Harwanto, dilakukan setiap tahun. Lokasi-lokasi yang tidak diuruk pada akhirnya mudah tergenang air hujan atau luapan air laut pasang.
Desalinasi sebagai jawaban teknologi atas tuntutan penghentian pengambilan air tanah di Jakarta. Pengelola kawasan wisata Ancol sudah memulainya. Ditunggu yang lainnya.
EMISI GAS RUMAH KACA ''PELAJARAN BERHARGA DARI BRAZIL
Salah satu penopangnya adalah informasi yang disampaikan kepada masyarakat sangat terbuka sehingga masyarakat dapat terlibat dan ikut mengawasi kemajuan dan kekurangan dari pelaksanaan program pengurangan emisi di negara tersebut.
Penilaian itu disampaikan Kuntoro, yang juga Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) saat ditanya pers mengenai hasil studi bandingnya ke Brasil, seusai Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (4/10/2010) sore.
Pekan lalu, sebagaimana disampaikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Kuntoro bersama sejaumlah pejabat lainnya melakukan studi banding ke Brasil, yang tengah menjalankan program pengurangan emisi berdasarkan bantuan dana internasional. Studi banding dilakukan untuk mempelajari aspek-aspek kelembagaan pengurangan emisi nasional mulai dari program sampai organisasi keuangannya
"Kunci dari ini semuanya adalah keterbukaan ke masyarakat. Sebab, pada akhirnya tidak bisa upaya pencegahan dengan menggunakan kekuatan enforcement. Akan tetapi, masyarakat yang harus terlibat. Karena masyarakat harus terlibat, jadi itu bukan sekadar pencegahan atau konservasi, melainkan sesuatu yang dikaitkan dengan keekonomian atau kesejahteraan rakyat," tandas Kuntoro.
Oleh sebab itu, tambah Kuntoro, hasil dari keikutsertaaan lembaga-lembaga di Brasil dalam program pengurangan emisi itu, berhasil luar biasa. Lembaga itu sangat efektif sekali. Satu hal yang membuat masyarakat memiliki kepercayaan tinggi kepada lembaga itu karena berbagai macam informasi dan data secara terbuka disampaikan ke masyarakat. "Dengan demikian, masyarakat ikut terlibat dan ikut mengamati kemajaun dan kekurangan program pengurangan emisi tersebut," jelasnya.
Menurut dia, bentuk kesadaran masyarakat di Brasil dalam pengurangan emisi sudah mencapai tahapan kesadaran yang tinggi. "Tidak ada lagi, kalau anak sakit dan mereka tidak punya uang, mereka lantas akan menebang pohon. Akan tetapi, kalau pemerintah memiliki pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang lebih baik lagi, maka anak yang sakit cukup dibawa ke puskesmas tersebut. Dan, kita tidak perlu menebang pohon lagi," ujar Kuntoro mengambil contoh.
Kesulitan di Indonesia, lanjut Kuntoro, pendekatannya terlalu pragmatis sekali. "Ini, tampaknya yang harusnya ditingkatkan lagi. Kadang-kadang, kita terlalu birokratis menanganinya dan kurang dekat dengan kehidupan mereka yang ada di alam," ungkap Kuntoro lagi.
Adapun mengenai rencana pencairan dana 200 juta dollar AS dari pemerintah Norwegia terkait pelaksanaan pengurangan emisi, Kuntoro mengakui hal itu tergantung dengan kebutuhan Indonesia sendiri.
"Kalau sekarang kita dikasih 200 juta dollar AS, kita akan bingung. Buat apa? Dan, bagaimana perencanaannya? Sebab, sekarang ini, lembaga pendanaannya masih dirancang," lanjutnya.
Kuntoro menegaskan, Satgas Persiapan Pembentukan Lembaga REDD+ memang sudah terbentuk. Namun, pihaknya masih merancang organisasi serta unit kerjanya. "Akhir tahun, lembaga tersebut harus sudah siap," kata Kuntoro.
MACAN TUTUL ITU JUGA HAMPIR PUNAH
LEBAK, Populasi macan tutul (Panthera pardus) di kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, bertambah menjadi 56 ekor dari sebelumnya 53 ekor.
"Bertambahnya populasi macan tutul itu tentu cukup menggembirakan karena bisa berkembang biak," kata Kepala Taman Nasional Gunung Halimun Salak Wilayah Kabupaten Lebak Pepen Efendi, Jumat (8/10/2010).
Pepen mengatakan, pihaknya terus melakukan pengamanan ketat dengan melibatkan anggota polisi hutan (Jagawana) dan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
"Jika ditemukan pemburuan macan tutul kami akan menindak mereka karena satwa itu dilindungi pemerintah," katanya. Menurut dia, bertambahnya populasi macan tutul tersebut karena mereka merasa aman di habitatnya.
Habitat mereka tersebar di Gunung Endut, Gunung Gede, Gunung Bongkok, yang juga merupakan kawasaan TNGHS.
Polisi hutan terus menerus melakukan pengawasan dan pengamanan ketat terhadap populasi macan yang dilindungi itu agar tidak diburu oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Dia juga mengatakan pihaknya kerap menggelar penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan agar tidak melakukan pemburuan atau pembunuhan satwa yang dilindungi pemerintah.
Selama ini, kata dia, pihaknya belum menerima laporan tentang pemburuan macan tutul. Dia menjelaskan, populasi macan Jawa yang berkembang di TNGHS karena mereka masih banyak menemukan makanan seperti babi hutan, mancak, dan kancil.
"Dengan ditemukan 56 binatang yang dilindungi tentu pengamanan lebih dioptimalkan dengan melibatkan sebanyak 12 polisi hutan," katanya.
Sementara itu, Kepala Seksi Perlindungan Satwa Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak Nurly Eldinar mengaku pihaknya selalu berkoordinasi dengan polisi hutan, kepolisian, Balai TNGHS dan masyarakat untuk mencegah pemburuan binatang yang dilindungi itu agar tidak punah.
Prasasti Cikapundung Masih Tunggu Ahli
Perwakilan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata mengujungi situs prasasti Cikapundung di Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung. Namun, mereka masih menunggu penelitian ahli tulisan (epigraf) untuk mengetahui asal prasasti itu.
"Kami masih menunggu hasil penelitian lanjutan dari ahli tulisan kuno. Harapannya, hasil segera diketahui dan ditentukan perlindungannya," ujar Kepala Sub Direktorat Registrasi dan Penetapan Direktorat Peninggalam Purbakala Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Koos Siti Rochmani, Jumat (8/10/2010).
Kepala Balai Pelestari Peninggalan Purbakala Serang Judi Wahyudin mengatakan ada beberapa kemungkinan yang dilakukan para ahli untuk menentukan asal prasasti itu. Namun, hingga kini belum dipastikan asalnya, meski diduga antara abad ke-11 dan abad ke-14. "Meskipun harus ditelesuri kebenarannya saya lihat tulisan di prasasti itu mirip dengan tulisan di Lebah Sibedug di Banten yang berasal dari jaman prasejarah sekitar 10.000 tahun lalu," ujarnya.
Namun arkeolog Universitas Indonesia Hasan Djafar mengatakan ragu dengan perkiraan situs itu dari abad ke-11. Alasannya, prasasti itu mirip dengan prasasti lain dari tahun yang sama yang ditemukan di Kebon Kopi II Bogor, berhuruf Palawa dari Zaman Sriwijaya akhir, atau sekitar abad ke-14. Sementara, situs dari tahun yang sama di Kawali Ciamis, tulisannya berbeda.
INDONESIA INGIN BUAT KAPAL SELAM
NINOK LEKSONO
Masih dalam suasana peringatan hari jadi ke-65 TNI, maka satu tema yang masih terus bergema adalah pengembangan kemampuan industri pertahanan nasional. Bukan saja sekarang sudah ada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), melainkan juga karena sekarang penguatan industri pertahanan dalam negeri telah diangkat sebagai wacana pendamping penguatan postur angkatan bersenjata RI.
Dua hal setidaknya bisa menjelaskan hal di atas. Pertama, ketika menjalani uji kelayakan dan kepatutan untuk menjadi Panglima TNI di DPR, Laksamana Agus Suhartono mendapat pesan bahwa terkait dengan pembangunan postur TNI, hal itu dilaksanakan dengan mempertimbangkan sungguh-sungguh pelibatan industri pertahanan dalam negeri. Berikutnya, sehari menjelang HUT ke-65 TNI, Presiden ketika memimpin sidang kabinet yang khusus membahas alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI menegaskan bahwa upaya modernisasi alutsista disertai komitmen mengutamakan produk industri strategis dalam negeri, kecuali yang belum bisa kita buat, seperti pesawat tempur, kapal perang, atau kendaraan tempur canggih (Kompas, 5/10).
Belum lama ini terbetik kabar bahwa bersama Korea Selatan, RI akan mengembangkan pesawat tempur KFX yang disebut lebih canggih dibandingkan F-16, tetapi masih di bawah kemampuan F-35 JSF Lightning II. Namun, seiring dengan itu, terbetik pula kabar bahwa Indonesia akan merancang kapal selam. Tidak kurang Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sendiri yang mengemukakan hal ini di sela-sela seminar di LIPI yang dikutip di awal kolom ini.
Merentang rancang bangun
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang mengunjungi PT DI, PT Pindad, dan PT PAL tentu diyakinkan bahwa dari segi kemampuan, tak ada yang diragukan dari putra-putra bangsa Indonesia untuk menguasai rancang bangun alutsista. Di matra udara, setelah membuktikan diri bisa membuat pesawat secanggih N-250 pada pertengahan dekade silam, masuk akal kalau program seperti KFX bisa merentang kemampuan lebih lanjut. Hal sama bisa dikatakan untuk PT Pindad, yang setelah menguasai rancang bangun kendaraan tempur dan membedah tank ringan Scorpion, lalu dalam posisi untuk merancang bangun pembuatan tank sekelas AMX.
Untuk matra laut, wacana bisa direntang lebih luas. Membaca buku Kapal Selam Indonesia (karya Indroyono Soesilo dan Budiman, 2008), pembaca tidak saja disuguhi sejarah kapal selam dan pengoperasiannya di Indonesia, lengkap dengan komandan dan awak yang pernah bertugas di kapal-kapal selam tersebut, tetapi juga segi lain yang berlingkup masa depan.
Di masa ketika isu perbatasan, khususnya perbatasan di laut, semakin sering mewarnai hubungan Indonesia dan negara tetangga, khususnya Malaysia, salah satu alutsista yang lalu sering dirasakan urgensinya adalah kapal selam. Bila kapal permukaan seperti korvet atau fregat melambangkan kehadiran, tetapi mudah disimpulkan kekuatannya, kapal selam lebih bermakna strategis karena memiliki daya penggentaran yang besar. Eksistensi yang nyata, tapi relatif sulit dilacak, membuatnya semakin dihargai oleh banyak negara. Setelah Singapura (4 Challenger dan 2 Archer yang merupakan kelas Vastergotland, Swedia), Malaysia pun kini sudah membeli dua kapal dari kelas Scorpene (buatan Perancis) (lihat The Military Balance 2010, IISS, 2010).
Kini Indonesia hanya mengoperasikan dua kapal selam–Cakra dan Nanggala–yang usianya hampir 30 tahun. Kapal selam tipe 209 buatan HDW Jerman ini sejak beberapa tahun terakhir disebut-sebut akan dicarikan penggantinya.
Ada wacana untuk melanjutkan apa yang sudah dimulai dengan kapal selam tipe 209, yang artinya tetap menggunakan buatan Jerman. Lalu yang terakhir muncul tawaran dari Pemerintah Korea, yang juga telah menguasai teknologi tipe 209 (dengan nama Changbogo).
Membuat kapal selam
Pembuatan kapal selam menjadi satu dari dua bahasan yang muncul ketika Sekretaris KKIP Sjafrie Sjamsoeddin berkunjung ke PT PAL. Selain kapal selam, topik lain adalah pembuatan kapal perusak kawal rudal.
Tentu dibutuhkan nasionalisme dan rasa percaya diri untuk bisa membuat kapal selam. Selama ini di PT PAL telah dibuat kapal berbagai jenis dan berbagai ukuran, dan membuat kapal selam dipastikan akan menuntut dimilikinya keterampilan teknis dan pemahaman akan rekayasa yang canggih.
Keinginan menguasai teknologi pembuatan kapal selam juga dibaca oleh pembuat kapal selam asing yang ingin menawarkan produknya ke Indonesia. Thyssen yang kini sudah menjadi perusahaan induk HDW pun dalam menawarkan tipe 209/1400 ini juga menawarkan alih teknologi kepada Indonesia, dalam hal ini PT PAL.
Sebagaimana juga ada di PT DI untuk pesawat terbang, di PT PAL pun kelak akan ada fasilitas pembuatan badan serta instalasi berbagai sistem yang ada pada kapal selam, seperti propulsi dan sebagainya. Keterampilan tersebut bisa diperoleh secara bertahap. Itu sebabnya, pada kapal selam pertama, sebagian besar pekerjaan (perakitan badan tekan dan instalasi outfitting tingkat tinggi) akan tetap dilakukan oleh mitra pembuat, dan PT PAL hanya akan mengerjakan integrasi dan penyelesaian keseluruhan kapal. Namun, untuk kapal kedua dan ketiga, bagian yang akan dikerjakan oleh teknisi Indonesia akan lebih banyak.
Diharapkan dengan proses alih teknologi yang konsisten, yang mengucur dari adanya program yang terjadwal rapi, pengerjaan dua kapal selam dengan alih teknologi bisa dikerjakan dalam tempo enam tahun.
Melalui program seperti itu, RI tidak saja akan menguasai pembuatan kapal selam, tetapi juga alutsista lain yang semakin kompleks.
Bila komitmen mendukung pengembangan kemampuan dalam negeri ingin diwujudkan, kapal selam jelas akan menjadi proyek lompatan kuantum yang besar artinya.TIGA LANSIA PERAIH NOBEL 2010
STOCKHOLM, Nobel Kimia 2010 yang diumumkan Rabu (6/10/2010) diberikan kepada tiga orang ilmuwan yang menemukan teknik merangkai atom-atom karbon yang disebut palladium-catalyzed cross coupling. Masing-masing bisa dikatakan lansia karena usianya yakni Richard Heck (79) dari AS, serta Ei-chi Negishi (75) dan Akira Suzuki (80) dari Jepang.
Ketiganya dianggap berjasa karena teknik temuannya merupakan salah satu metode terbaik yang banyak dipakai di berbagai industri saat ini dan masa depan. Pengikatan atom karbon banyak digunakan dari pembuatan obat hingga pembuatan layar komputer.
"Teknik tersebut memungkinkan para ahli kimia mengikat atom karbon, suatu tahapan kunci dalam proses pembuatan molekul-molekul kopleks. Metode mereka sekarang digunakan di dunia untuk produksi farmasi secara komersil, termasuk potenisnya untuk pembuatan obat kanker, dan molekul untuk membuat piranti elektronik," demikian pernyataan resmi yang dirilis Royal Academy Swedish of Sciences.
Terobosan tersebut tidak kalah tuanya dengan usia para ilmuwan tersebut karena sudah ditemukan sejak empat dekade lalu karena riset mereka sudah dimulai di taun 1960-an. Metode yang dikembangkan ketiga ilmuwan berhasil meniru molekul pembunuh kanker yang secara alami ditemukan pada spons di laut. Mereka juga mengembangkan antibiotik yang melawan bakteri resisten dan sejumlah obat komersial antara lain anti-infalamasi naproxen.
"Kalau dihitung tidak kurang dari 25 persen reaksi kimia di industri farmasi saat ini menggunakan metode mereka," ujar Claes Gustafsson, salah satu anggota komite Nobel. Teknik tersebut juga digunakan industri elektronika untuk membuat LED yang kini menjadi komponen pilihan untuk layar tipis.
Heck yang merupakan professor emeritius dari University of Delaware kini tinggadl di Filipina. Negishi merupakan profesor kimia di Purdue University dan Suzukui profesor dari Hokkaido University. Mereka akan berbagi hadiah sebesar 10 juta Kronor atau sekitar Rp 14 miliar.
TREN BENCANA BERGESER KE TIMUR
"Wacananya sendiri berkembang, setelah Indonesia barat mengalami berbagai bencana baik geologis maupun ecological disaster, bencana akan bergeser ke timur," ungkapnya.
Dari segi geologis sebagai natural disaster, Irhash mengatakan, pergeseran lempeng akibat gempa atau benturan di Indonesia barat mengarah ke timur. Gempa kecil yang terjadi di Manokwari, Yapen Waropen, juga Sulawesi, belakangan ini bisa disebut salah satu tanda awalnya.
Sementara itu, ecological disaster memang disebabkan karena kerusakan alam yang timbul akibat maraknya eksploitasi sumber daya alam, seperti hutan dan tambang. "Ini terlihat dari proses investasi yang bergeser ke timur, seperti di Halmahera, kemudian MIFE di Merauke," tambahnya.
Irhash menegaskan, potensi bencana ini menjadi ancaman bagi masyarakat. Sebab, pada saat ini masyarakat di Indonesia timur tidak ditopang oleh kapasitas pengetahuan dari kajian atau data bencana yang bisa dipahami dengan mudah oleh masyarakat. "Pemerintah harus mengantisipasi berbagai bentuk bencana di timur mulai dari sekarang," tandasnya.
INDONESIA INGINKAN KEUNTUNGAN HAYATI
Pemerintah Indonesia akan berjuang mendapatkan pembagian keuntungan dari negara-negara asing yang memanfaatkan keragaman hayati nusantara. Hal itu akan disampaikan dalam Konferensi Antarpihak untuk Konvensi Keanekaragaman Hayati (COP-10 CBD) di Nagoya, Jepang, akhir bulan ini.
Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengatakan hal tersebut di Jakarta, Rabu (6/10/2010), seusai pertemuan membahas kesiapan Delegasi Republik Indonesia (Delri) untuk konvensi PBB mengenai keragaman hayati.
Delegasi terdiri dari perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Hatta menegaskan agar Delri membulatkan suara untuk memperjuangkan acces and benefit sharing (ABS) atas pemanfaatan hayati asli Indonesia. "Saya tekankan agar Delri satu suara terkait ABS sebab isu ini masih terdapat pertentangan. Negara-negara seperti Jepang, Kanada, Selandia Baru, dan Australia akan sulit menerima ini," katanya.
Topik ABS merupakan salah satu agenda penting yang akan dibahas dalam COP-10 CBD tersebut. Selain itu, masih ada 12 isu utama lain, termasuk strategi global konservasi tumbuhan, kawasan yang dilindungi, keanekaragaman hayati laut dan pesisir, keanekaragaman hayati hutan, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
"Yang menjadi perjuangan utama kita ada tiga, yaitu konservasi, bagaimana memanfaatkannya tapi tetap lestari, dan ABS. Isu pentingnya adalah bagaimana kita mendapatkan akses dan manfaatnya karena selama ini seolah-olah hanya negara lain yang mendapatkan manfaatnya," tambah Hatta.
Salah satu contoh kekayaan hayati Indonesia yang dimanfaatkan negara lain itu adalah rumput laut dan durian papaken. Selama ini rumput laut dari Indonesia sering dimanfaatkan untuk bahan kosmetik di Jepang. Adapun durian papake, yang banyak ditemui di Kalimantan, dimanfaatkan oleh Thailand untuk modifikasi genetik. Sebaliknya, Indonesia juga memanfaatkan kedelai impor untuk tempe.
ANOMALI CAPAI TINGKAT EKSTREM
Memanasnya suhu muka laut dan tidak terjadinya musim kemarau pada tahun ini merupakan kondisi penyimpangan yang tergolong paling ekstrem pada data pemantauan cuaca yang pernah dilakukan di Indonesia. Anomali ini diperkirakan akan berlangsung hingga Februari 2011.
Pemantauan kondisi kelautan dan cuaca di Indonesia yang dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan memanasnya suhu muka laut yang luas di wilayah perairan Indonesia telah terlihat sejak Juli tahun 2009 dan bertahan hingga kini.
”Anomali cuaca ini akan bertahan hingga Februari tahun depan saat akhir puncak hujan pada musim hujan ini,” ujar Edvin Aldrian, Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG. Prakiraan ini juga disampaikan BMKG dalam rapat koordinasi tentang antisipasi terhadap iklim dan cuaca ekstrem yang diadakan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Senin (4/10/2010).
Menghangatnya suhu muka laut di perairan Indonesia mulai terpantau pertengahan tahun lalu, meski ketika itu terjadi El Nino dalam skala moderat. ”Ketika anomali cuaca ini muncul, suhu muka laut di timur Indonesia biasanya mendingin. Namun yang terjadi sebaliknya,” ujar Edvin, yang sebelumnya adalah peneliti cuaca di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Suhu permukaan laut di atas normal ini berlangsung hingga masuk periode musim kemarau tahun ini. Suhu laut yang hangat pada Mei lalu ditunjang oleh munculnya fenomena La Nina di Samudra Pasifik yang diikuti terjadinya Dipole Mode di Samudra Hindia. Kedua fenomena ini mengakibatkan suplai massa udara dari dua samudra itu ke wilayah Indonesia.
Berdasarkan data curah hujan yang tinggi sepanjang periode kemarau tahun ini, Edvin menyimpulkan tidak tampak pola musim kemarau. Hanya pada bulan April tingkat curah hujan tergolong normal pada musim kemarau. ”Karena itu dapat dikatakan tidak ada musim kemarau pada tahun 2010,” ulas Edvin.
Suhu muka laut di atas normal terjadi hampir di seluruh perairan Indonesia berlangsung sejak Juli 2009 hingga kini dan diperkirakan berlanjut sampai Februari 2011.
Fenomena langka
Kondisi ini merupakan fenomena cuaca yang langka. Bahkan, periode kejadian anomali ini pun tergolong berlangsung paling lama berdasarkan data yang dimiliki BMKG selama ini. ”Meningkatnya pemanasan suhu muka laut ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2012,” ujar Sri Woro B Harijono, Kepala BMKG belum lama ini.
Namun, sejauh ini belum diketahui penyebab pasti munculnya anomali ini, lanjut Edvin. Hal inilah yang mendorong BMKG akan mengembangkan pemodelan iklim laut atau maritim yang operasional dan meningkatkan layanan informasi iklim maritim.
Pemodelan itu dilakukan berdasarkan data hasil observasi laut menggunakan kapal survei dan satelit. ”Tahun ini dibuat rencana desain atau cetak biru pemodelan iklim laut di Indonesia. Pengembangannya mulai tahun 2011,” jelas Edvin yang meraih gelar doktor bidang meteorologi dari Institut Max Planck Universitas Hamburg, Jerman.
Perubahan iklim
Tingginya suhu muka laut yang mengakibatkan musim hujan berkepanjangan—tanpa kemarau—di Indonesia pada tahun ini diperkirakan merupakan dampak dari pemanasan global—yaitu fenomena meningkatnya suhu bumi disebabkan akumulasi gas rumah kaca di atmosfer yang bersifat menahan energi panas matahari di permukaan bumi.
Berbagai dampak negatif pun muncul, seperti melelehnya es di kutub, merebaknya penyakit parasit, dan meningkatkan keasaman air laut. Perubahan iklim ini ditandai dengan perubahan pola curah hujan, terjadinya cuaca ekstrem berupa munculnya gelombang udara panas, peningkatan frekuensi hujan lebat hingga menimbulkan banjir di satu tempat dan kekeringan di tempat lain.
Pola turunnya hujan juga tidak merata di seluruh daerah. Akibat pemanasan global, hujan akan banyak terjadi di wilayah dekat garis ekuator. Menurut penelitian BMKG bekerja sama dengan Badan Meteorologi Jepang, rupanya 15 tahun lagi Jawa akan kurang hujan, urai Sri Woro yang juga Kepala WMO (World Meteorological Organization) Regional V.
Langkah antisipatif
Pemanasan global atau perubahan iklim lebih lanjut akan mengacaukan pola tanam dan meningkatkan pertumbuhan hama tanaman hingga menggagalkan panen. Selain petani, para nelayan pun akan terpukul akibat gangguan cuaca itu. Mereka tidak dapat melaut karena gelombang laut yang tinggi.
”Hal tersebut jika tidak segera diantisipasi akan menimbulkan kerawanan sosial,” ujar Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono di sela rapat koordinasi, Senin. Karena itu, pemerintah akan meningkatkan sistem peringatan dini munculnya fenomena cuaca dan iklim ekstrem dalam melakukan upaya mitigasi, adaptasi, dan penguatan kelembagaan.
Sementara itu, Edvin berpendapat, pemerintah dan masyarakat harus lebih mencermati informasi iklim dan cuaca ekstrem. Selain itu, memanfaatkan saat jeda periode kering untuk membersihkan saluran air. ”Waspadai daerah aliran sungai di bantaran yang berkelok atau meander untuk mengatasi banjir kiriman dari hulu,” ujarnya.
Curah hujan yang tinggi hendaknya dimanfaatkan untuk mengisi cadangan air bawah tanah dengan sistem injeksi. Hal ini dapat mencegah terjadinya intrusi air laut di kota besar pesisir. Fungsi PLTA pun dapat dioptimalkan.
Untuk mendukung komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi karbon dioksida (CO) sebesar 26 persen pada tahun 2020, BMKG mengusulkan penambahan dua Stasiun GAW (Global Atmosphere Watch) di Sulawesi Tengah dan Papua untuk meningkatkan observasi CO di Indonesia. Ini memerlukan dukungan seluruh sumber daya yang ada, seperti anggaran, kemauan politis pemerintah, dan kemampuan sumber daya manusia.
DEBU BULAN GANGGU PENELITIAN APOLLO
Hal ini disampaikan Profesor Brian O’Brien, mantan Kepala Peneliti Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), dalam kuliah umum di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Selasa (5/10/2010). Kuliah tamu ini diselenggarakan sebagai peringatan 20 tahun kerja sama Negara Bagian Australia Barat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Ilmuwan luar angkasa yang kini mengajar di University of Western, Australia, ini memaparkan masalah debu bulan dalam proyek Apollo 11, Apollo 12, Apollo 14, dan Apollo 15. Pada 1960-an, Prof Brian O’Brien mengajar ilmu pengetahuan luar angkasa di Rice University, Houston, Texas.
Pada pendaratan pertama manusia di bulan dengan misi Apollo-11, kata O’Brien, deteksi adanya debu bulan sudah ada. Saat itu, ia membuat detektor debu sederhana yang memanfaatkan sel surya.
Detektor berukuran 10 cm x 10 cm dengan bobot 270 gram ini memantau tegangan dari sinar matahari di sel surya. Ketika ada debu, tegangan akan turun. Pendaratan dan penelitian di bulan selalu dilakukan pada pagi hari atau selama tiga hari bumi.
Dari penelitian Buzz Aldrin dan Neil Armstrong, kata O’Brien, diketahui bahwa debu ini lengket sehingga sulit dibersihkan. Semakin siang, debu semakin lengket dan sangat mengganggu penelitian. Hal ini tidak diprediksi sebelumnya.
Ketika ditanyakan sebab debu bersifat lengket, O’Brien serta- merta menjawab, tidak seorang pun mengetahuinya secara jelas. Debu itu tersusun dari silikon seperti pasir, tetapi ukurannya hanya 10 mikron. Partikel debu juga sangat pekat dengan bentuk beragam, ada yang bulat dan ada yang runcing.
Selain itu, kohesi debu lebih besar daripada adhesi. Karena itu, debu lebih kuat menempel dengan sesamanya ketimbang ke permukaan lain. Hal ini menyebabkan adanya cetakan seperti bentuk angka-angka ketika dalam misi Apollo 14, seorang astronot menabrak perlengkapan penelitian dan mengguncang debu bulan yang menempel. Sayang, kata O’Brien, penelitian ini hilang ketika dibawa ke bumi.
Debu bulan juga dinilai berbahaya sebab menempel di baju ruang angkasa. Debu bulan bisa terbang pada kondisi tanpa gravitasi dan masuk ke paru-paru.
Adanya debu bulan yang lengket diyakini membuat jejak pendaratan Apollo 11, jejak kaki Aldrin, dan jejak Armstrong masih tampak dalam foto pada 14 November 2009, 40 tahun setelah pendaratan di bulan pertama kali itu. Jejak-jejak itu tampak menghitam. Selain debu bulan, faktor lainnya yang menyebabkan jejak tetap terjaga adalah tiadanya angin, air, dan atmosfer.
Saat ini, kata O’Brien, data tentang debu bulan sudah dikumpulkan melalui perjalanan Apollo 11, Apollo 12, Apollo 14, dan Apollo 15. Namun, penelitian dan analisis mengenai data tentang debu bulan belum ada. Ia mengaku tertarik untuk kembali menekuni soal debu bulan setelah aktif dalam kegiatan terkait lingkungan hidup.
DULU DINOSAURUS SEBESAR KUCING
WASHINGTON, Sejumlah jejak kaki kecil dari Polandia memperlihatkan bahwa dinosaurus pertama merupakan binatang kecil dengan empat kaki dan diduga lahir di dunia setelah kepunahan massal dari sekian banyak reptil raksasa.
"Fosil jejak kaki yang berusia 250 juta tahun itu merupakan bukti tertua," kata Stephen Brusatte dan rekannya, ilmuwan dari Museum Sejarah Alam Amerika di New York.
Menurutnya, hewan ini diduga berukuran sekecil kucing lokal saat ini dan hidup di tepian sungai, tempat buaya, yang lebih besar, berkembang biak.
"Kami menjelaskan hal yang tak terbantahkan mengenai fosil tertua dari garis keturunan dinosaurus: jejak kaki dari awal zaman Triassic (berumur sekitar 250 juta tahun lalu) dari Polandia," kata tim Brusatte dalam tulisannya di jurnal dari Britain’s Royal Society, Proceedings of The Royal Society B.
"Jejak ini dan beberapa jejak lainnya di tempat penggalian yang lebih muda memberikan pengetahuan penting mengenai asal dan awal sejarah evolusi dinosaurus. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keluarga awal dinosaurus merupakan hewan yang amat kecil dan memiliki empat kaki yang hanya sepanjang beberapa sentimeter dan sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan reptil saat ini," tulis mereka.
Ironisnya, fosil tersebut memperlihatkan bahwa kepunahan massal dapat membuat dinosaurus yang kecil dan langka untuk berkembang biak. Ini jika kita merunut pada kejadian 65 juta tahun lalu ketika sebuah meteor dan ledakan gunung berapi membuat dinosaurus punah dan menghadirkan mamalia untuk berkembang biak.
"Yang paling mencengangkan, fosil jejak kaki baru hanya mundur beberapa waktu dari kepunahan massal terbesar yang pernah tercatat (zaman Permo-Triassic). Hal tersebut membuktikan bahwa nenek moyang dinosaurus terbentuk segera setelah bencana itu," ujar para peneliti.
Mereka juga menemukan fosil jejak kaki dinosaurus berjuluk sphingopus yang berumur 246 juta tahun sebagai bukti tertua dari dinosaurus berkaki dua.
"Untuk kali pertama dalam 20-50 juta tahun sejarah dinosaurus, mereka dan kerabat dekatnya ada di antara dugaan yang beragam, berhasil, dan banyak yang seperti kerabat jauh buaya," ujar Brusatte yang menambahkan bahwa dinosaurus tertua berukuran kecil dan aneh.
NOBEL FISIKA SOROT MASA DEPAN ''GRAPHENE''
STOCKHOLM, — Dua ilmuwan kelahiran Rusia, Andre Geim dan Konstantin Novoselov, mendapat penghargaan bergengsi Nobel Fisika atas terobosannya mengisolasi graphene, material paling kuat tetapi paling tipis di dunia, dengan cara mudah dan sederhana. Penemuan tersebut memungkinkan produksi graphene dengan murah untuk berbagai industri teknologi di masa depan.
Graphene merupakan sejenis serat karbon yang hanya disusun dari satu lapis atom karbon. Meski demikian, kekuatannya 100 kali lipat daripada baja. Graphene biasanya diisolasi dari grafit, yang digunakan dalam batang pensil. Namun, selama ini untuk melakukannya membutuhkan teknik yang rumit dan kompleks. Nah, kedua ilmuwan berhasil mengatasi masalah tersebut karena dapat mengisolasi graphene menggunakan selotip (Scotch tape).
Menurut komite Nobel Fisika dari Royal Swedish Academy of Science, penelitian graphene tersebut membuka potensi pengembangan satelit, pesawat, dan mobil masa depan dengan material yang sangat kuat tetapi ringan. Selain itu, wujud material yang transparan juga berpotensi untuk digunakan sebagai layar sentuh, sel surya, dan komponen komputer yang lebih efisien.
"Ini punya potensi mengubah hidup Anda seperti halnya yang terjadi dengan plastik. Ini sungguh mengejutkan," ujar Geim, Selasa (5/10/2010). Graphene yang punya potensi sangat besar ternyata mudah dibuat dan mungkin dipakai secara massal di masa depan. Nobel Fisika semakin meyakinkan ilmuwan dan pelaku industri di seluruh dunia bahwa masa depan graphene sangat cerah. Selain graphene, kedua peneliti juga punya portofolio memelopori pengembangan material adhesif yang meniru kaki tokek untuk menempel kuat di berbagai jenis permukaan.
Meski sama-sama kelahiran Rusia, Geim (51) kini berkewarganegaraan Belanda dan mendapat gelar profesor dari Universitas Manchester, Inggris. Sementara itu, Novoselov (36) berkewarganegaraan ganda, Inggris dan Rusia. Keduanya mulai berkolaborasi saat di Belanda sebelum pindah ke Inggris dan sukses mengisolasi graphene pada tahun 2004. Buat Novoselov, penghargaan Nobel Fisika tergolong mengejutkan karena usianya masih sangat muda bahkan tercatat sebagai penerima Nobel termuda sejak tahun 1973.
Atas keberhasilannya mendapat penghargaan Nobel Fisika, kedua ilmuwan berhak menerima hadiah sebesar 10 juta Kronor atau sekitar Rp 14 miliar. Hadiah tersebut akan diberikan pada 10 Desember 2010 saat peringatan kematian Alfred Nobel yang menggagas dan mendanai penghargaan paling bergengsi di bidang sains ini.
MONYET MENGENALI WAJAHNYA DI CERMIN
Simpanse adalah hewan primata yang menunjukkan tanda mampu mengenali diri mereka sendiri. Namun, uji yang dilakukan profesor anatomi dari Universitas Wisconsin-Madison, Luis Populin, yang dipublikasikan di PLoS ONE, akhir bulan lalu, menunjukkan, monyet jenis Rhesus macaque dalam kondisi tertentu bisa mengenali dirinya sendiri.
Uji dilakukan dengan memasang sebuah tanda yang tidak berbahaya di dahi dan alat genital monyet. Tanda itu hanya akan terlihat saat monyet itu berada di depan cermin. Jika monyet memegang tanda itu saat becermin, maka itu menandakan binatang tersebut bisa mengenali dirinya sendiri. Bayangan di cermin diyakini sebagai refleksi diri monyet tersebut, bukan monyet yang lain. Jika tak mampu mengenali diri maka ia akan mencari monyet lain di belakang cermin.
Ternyata, monyet yang diuji itu memegang tanda tersebut. Temuan itu semakin mengukuhkan adanya pembagian kognitif primata, yaitu kelompok primata derajat tinggi dan derajat rendah. Temuan itu mengejutkan karena selama ini Rhesus macaque, yang banyak digunakan dalam penelitian medis dan psikologis, selalu gagal saat menjalani tes pengenalan diri itu.