INDONESIA PLASA BY:Toni Samrianto.
Ini sebuah kesimpulan yang agak mengagetkan sekaligus membingungkan, mungkin. Beberapa tahun silam, genderang kematian koran seolah-olah sudah menggema. Ternyata, kematian koran itu tampaknya batal terjadi, karena bisnis surat kabar tiba-tiba bangkit kembali di hampir seluruh kawasan di planet ini, kecuali Amerika Utara.
Ya... koran batal mati lebih cepat. Itulah hasil satu studi yang disampaikan pada konferensi ke-60 Asosiasi Suratkabar Dunia (WAN) dan sidang ke-14 Forum Editor Dunia (WEF) di Cape Town pekan lalu.
Konferensi yang dihadiri sedikitnya 1.600 editor dan eksekutif media dari seluruh dunia itu, malah melahirkan optimisme baru, yakni selagi industri surat kabar mampu menggabungkan kegiatan operasi cetak dan online untuk memompa dinamisme dan menarik minat pembaca, selama itu pula surat kabar akan tetap berkibar.
Gavin O\'Reilly, president WAN, menyatakan isu tentang kematian surat kabar di era digital ini terlalu dibesar-besarkan.
Faktanya, menurut dia, justru bertolak belakang, karena sirkulasi koran kini bahkan tumbuh dengan rekor baru dalam hal penerimaan penjualan ataupun langganan. Selain itu, lanjutnya, investasi untuk surat kabar tahun lalu malah meningkat, melampaui US$6 miliar.
Optimisme akan tetap tumbuhnya bisnis surat kabar ditunjukkan oleh Martha Stone, direktur asosiasi tersebut yang menangani proyek bertajuk Shaping the Future of the Newspaper.
"Memang ada indikasi bahwa sirkulasi media cetak di beberapa kawasan mengalami penurunan, tapi persentase orang-orang yang mencari berita dari Internet ataupun surat kabar malah meningkat pesat, dengan angka lebih tinggi ketimbang penurunan sirkulasi itu," kata Stone.
Kian bergairah
Menurut Timothy Balding, CEO Asosiasi Surat Kabar Dunia, di beberapa negara sedang berkembang, "pasar surat kabar bahkan meningkat dengan mantap. Sedangkan di pasar yang sudah mature, pertumbuhan koran bahkan sangat meyakinkan."
Ketika menyampaikan laporan mengenai kemajuan industri persuratkabaran dunia, Balding mengemukakan berbagai fakta bahwa bisnis surat kabar kini menjadi lebih bergairah, termasuk di negeri maju yang masih menunjukkan pertumbuhan sirkulasi. Semakin menguatnya media digital malah mendorong media cetak yang bagi mayoritas pembaca dianggap sebagai bagian tidak terpisahkan dari sumber informasi mereka."
Balding tentu tidak sekadar membual. Ia membeberkan data betapa surat kabar di seluruh dunia menunjukkan kebangkitan kembali. Pada 2006, sirkulasi koran di seluruh dunia meningkat 2,3%, dan selama lima tahun terakhir naik 9,48%.
Peningkatan terjadi di Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan. Satu-satunya yang menunjukkan penurunan hanyalah Amerika Utara. Pendapatan iklan koran di seluruh dunia pun meningkat 3,77% tahun lalu atau naik 15,77% dalam lima tahun terakhir.
Di Asia Tenggara, selama lima tahun terakhir, Malaysia mencatat pertumbuhan penjualan 19,97%, Singapura 0,48%, dan Thailand 12,31%. Tidak disebutkan data penjualan surat kabar di Indonesia.
Mampu bertahan
Pada 2004, dalam konferensi Asosiasi Surat Kabar Dunia di Istanbul, Turki, kekhawatiran serupa juga mencuat ketika booming kedua bisnis online mendera berbagai wilayah di muka Bumi. Ketika itu, nuansa yang muncul dari forum konferensi adalah bagaimana memperpanjang umur koran.
Karenanya, waktu itu, diusulkan beberapa terobosan, antara lain agar pengelola surat kabar di seluruh dunia melakukan redesign dan restrukturisasi total terhadap bisnis yang mereka kelola. Dengan serta merta, perusahaan media cetak-termasuk di Indonesia-ramai-ramai melakukan make-up perwajahan dan melakukan berbagai pembenahan.
Bahkan, raja koran dari Australia Rupert Murdoch, pernah berbicara di depan Asosiasi Editor Surat kabar AS, April 2005, yang dengan entengnya menubuatkan bahwa koran dan media cetak tinggal menunggu hari ke matian.
"Sekarang zamannya Internet. Perusahaan media, termasuk perusahaan saya, harus lebih paham soal Internet," katanya ketika itu.
Ada juga yang meledek bahwa surat kabar kini merupakan spesies yang terancam punah. Bisnis yang menjual kata-kata kepada pembaca dan menjual pembaca kepada pengiklan itu kini terdesak oleh kehadiran media online.
Dalam bukunya yang berjudul The Vanishing Newspaper, Philip Meyer melakukan perhitungan bahwa kuartal pertama 2043 merupakan akhir masa kehidupan surat kabar di AS, karena tidak ada lagi pembaca di sana yang tertarik dengan edisi koran kertas setelah dunia benar-benar fully digitalised.
Namun, Murdoch juga yang mengingkari nubuatnya dengan rencana membeli Wall Street Journal melalui induk perusahaannya, Dow Jones, seharga US$5 miliar (sekitar Rp45 triliun) yang hingga kini masih tarik ulur.
Menurut dia, dengan memiliki Journal, "lengkap sudah impian saya untuk memiliki imperium media."
Tak hanya Murdoch. Microsoft dan General Electrick pun sedang mendekati keluarga Bancroft dengan kepentingan yang sama, ingin membeli Wall Street Journal yang dianggap sebagai flagship media berpengaruh di AS.
Kepada saya, Karl Malik, analis media dan pemilik majalah Premedia dari Jerman, mengatakan sangat diragukan teori yang menyatakan bisnis persuratkabaran akan mati. "Nyatanya, kini makin banyak orang kaya, khususnya di AS, yang ingin membeli surat kabar," ujarnya di sela-sela konggres di Cape Town pekan lalu.
Dia pun membeberkan data pada akhir 2006, mantan bos General Electric Jack Welch menyatakan minatnya untuk membeli Boston Globe dari perusahaan yang juga menerbitkan New York Times. Baru-baru ini juga, ujarnya, Star Tribune dari Minneapolis, Inquirer dari Philadelphia , dan Courant dari Hartford berpindah tangan.
Selain menanti transaksi Dow Jones, industri pers di AS juga sedang menunggu kelanjutan pengambilalihan Tribune Company senilai US$7,6 miliar. Kelompok surat kabar kedua terbesar di AS ini-penerbit Chicago Tribune dan Los Angeles Times-tidak lama lagi akan beralih kepemilikan.
Lisa Snedeker dari Media Life meyakini surat kabar akan tetap mampu mencetak laba hingga 20%. "Industri lain mana ada yang mampu mencetak laba sebesar itu."
Lebih mendalam
Satu jajak pendapat yang dilakukan oleh Harris Interactive bekerja sama dengan Innovation International Media Consulting Group pun digelar di arena WAN. Polling itu menunjukkan bahwa surat kabar dapat meningkatkan kinerja secara signifikan melalui penyajian reportase dan analisis lebih mendalam, lebih banyak informasi yang berhubungan langsung dengan kehidupan para pembaca, serta lebih menarik penampilannya.
Menurut jajak pendapat tersebut, program berita televisi pada jaringan tradisional maupun kabel tetap menjadi penyedia informasi utama bagi 30% hingga 39% orang dewasa yang disurvai di tujuh negara. Namun, dalam lima tahun mendatang akan terjadi peningkatan tajam peran situs berita online, seiring dengan makin mahalnya biaya operasional penyelenggara siaran televisi.
Jajak pendapat tersebut menemukan bahwa 23% masyarakat di Inggris, AS, dan Australia mengandalkan berita pada surat kabar, sementara di Prancis hanya 16%. Diungkapkan pula bahwa, dalam skala satu hingga 100, kredibilitas surat kabar memperoleh poin terendah di Inggris (50) dan tertinggi di Jerman (67). Jajak pendapat itu melibatkan 8.750 responden di tujuh negara.
Satu studi terpisah oleh Poynter Institute yang di presentasikan perancang desain koran andal Mario Garcia, menemukan bahwa orang kini cenderung membaca lebih mendalam dan lebih lama pada media online. Garcia diketahui telah mendesain ulang sedikitnya 450 koran di seluruh dunia.
Pembaca media online tidak mencari situs berita yang "cantik", melainkan lebih menyukai peranti navigasi dan (banyaknya) listing berita ketimbang foto maupun elemen desainnya, ungkap studi tersebut.
Peran surat kabar berubah dari sekadar menampilkan berita hangat (breaking news) menjadi pendalaman topik berita beserta implikasinya. Berita atas satu kejadian kini beralih ke ponsel atau e-mail.
"Online adalah untuk peristiwa yang terjadi seketika. Anda harus mengalihkan sumber-sumber jurnalistik ke sana . Online adalah tempat berawal dan berakhirnya cerita. Sedangkan [media] cetak membesarkan [peristiwa] itu," kata Garcia.
Dia menambahkan perubahan dalam industri media bukanlah pertanda kematian surat kabar, melainkan perubahan peran media tersebut. "Tidak ada media yang membunuh media lainnya."
O\'Reilly menambahkan anggapan bahwa Internet menghancurkan surat kabar ternyata tidak terbukti, asal keduanya dibuat terpadu. "Data membuktikan di mana penetrasi broadband meningkat, penetrasi surat kabar juga meningkat."
Jadi, inilah saatnya bagi pengelola surat kabar untuk memutuskan ingin hidup terus atau tidak. Fakta baru telah diungkapkan di Cape Town.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
INDONESIA PLASA