INDONESIA PLASA
Taksi eksekutif Tiara Express mengisi pertamax di SPBU Permata Hijau, Jakarta, Jumat (28/1). Manajemen Grup Express menyatakan, jajaran taksi eksekutif mereka telah dioperasikan dengan bahan bakar minyak nonsubsidi, yaitu jenis pertamax dan VGAS. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Perhubungan berencana melarang penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi pada taksi eksekutif di Jabodetabek dalam waktu dekat ini.Taksi eksekutif Tiara Express mengisi pertamax di SPBU Permata Hijau, Jakarta, Jumat (28/1). Manajemen Grup Express menyatakan, jajaran taksi eksekutif mereka telah dioperasikan dengan bahan bakar minyak nonsubsidi, yaitu jenis pertamax dan VGAS. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Perhubungan berencana melarang penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi pada taksi eksekutif di Jabodetabek dalam waktu dekat ini.
Jakarta,
Laba bersih PT Pertamina tahun 2010 tercatat Rp 13,32 triliun, atau 13,96 persen dari total laba bersih seluruh perusahaan badan usaha milik negara, yakni Rp 95,30 triliun. Laba Pertamina menyumbang 42,53 persen dari total laba perusahaan non-Tbk.
Dalam paparan BUMN Outlook yang disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar, Jumat (28/1) di Jakarta, dibandingkan laba bersih tahun 2009, yaitu Rp 15,80 triliun, laba bersih Pertamina tahun 2010 turun 15,70 persen.
Tahun ini Kementerian BUMN memperkirakan laba bersih Pertamina Rp 17,70 triliun, atau naik 32,88 persen dibanding 2010.
Namun, Vice President Komunikasi Korporat PT Pertamina (Persero) Mochamad Harun menyatakan, angka Kementerian BUMN adalah data lama. Data Pertamina, tahun 2010 perseroan ini diperkirakan meraup laba bersih Rp 15,5 triliun. Angka ini turun dibanding prognosis laba bersih 2009 sebelum audit, yang mencapai Rp 19 triliun.
”Turunnya laba bersih 2010 disebabkan menguatnya mata uang rupiah terhadap dollar AS, karena pendapatan Pertamina dalam dollar AS,” katanya.
Faktor lain adalah margin bahan bakar minyak public service obligation, atau alpha yang dipatok Rp 556 per liter, dan kerugian akibat harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kilogram yang tidak boleh naik.
Mustafa menjelaskan, secara umum terjadi peningkatan kinerja keuangan 142 perusahaan BUMN. Ini karena situasi ekonomi nasional yang mendukung, selain perbaikan kinerja perusahaan, seperti efisiensi, peningkatan produktivitas, dan kenaikan harga komoditas di pasar.
Kementerian BUMN tahun ini memperkirakan laba bersih 142 perusahaan BUMN Rp 113,72 triliun, naik 19,32 persen dari target 2010. Laba bersih 2010 sebesar Rp 95,30 triliun atau naik 9,67 persen dari 2009.
Peningkatan laba bersih 2011 diperkirakan dari naiknya pendapatan usaha Rp 1.294,37 triliun. Naik 13,12 persen dibanding 2010, yakni Rp 1.124,33 triliun.
Belanja modal juga mencapai Rp 210,12 triliun, naik 83,26 persen dibanding 2010 yang diperkirakan Rp 196,91 triliun. Adapun belanja operasional pertama kalinya bakal mencapai Rp 1.020,87 triliun. Naik 9,52 persen dari tahun sebelumnya.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis Kementerian BUMN Achiran Pandu Djajanto mengatakan, 2011 laba industri strategis diperkirakan meningkat hingga 85 persen, dari Rp 0,80 triliun menjadi Rp 1,48 triliun. Hal ini disebabkan adanya kerja sama dengan Kementerian Pertahanan, dalam memproduksi perlengkapan untuk Kementerian Pertahanan.
Terkait sektor perkebunan, Mahmuddin Yasin, Sekretaris Kementerian BUMN, menjelaskan, membaiknya kinerja keuangan ditopang oleh membaiknya harga komoditas ekspor, seperti karet dan minyak kelapa sawit mentah.
Mustafa mengatakan, setoran dividen 2011 dipatok Rp 27,5 triliun, turun dibanding 2010 sebesar Rp 30,09 triliun. Hal ini untuk mendorong ekspansi usaha, penambahan modal usaha bagi BUMN. Dengan demikian, kata Mustafa, hal itu dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, yang akhirnya meningkatkan setoran dalam bentuk pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
INDONESIA PLASA