Pemerintah China telah memerintahkan ribuan pabrik penghasil polusi tinggi untuk mematuhi tenggat dalam mengurangi polusinya. Pemerintah menyatakan akan kehilangan muka jika tidak berhasil mengatasi masalah polusi tersebut sesuai jadwal.
Beijing berjanji akan memangkas konsumsi energi China per unit produk domestik bruto sebesar 20 persen antara tahun 2006 dan 2010. China saat ini tercatat sebagai penghasil emisi terbesar dunia dan mempunyai komitmen harus mengurangi polusinya serta memperbaiki lingkungan.
Data resmi menunjukkan bahwa China tidak akan dapat mencapai target tersebut pada akhir tahun ini, sesuai jadwal. Dan, kegagalan memenuhi hal ini sesuai jadwal berpotensi mempermalukan para pemimpin China yang selama ini telah berkoar-koar mengenai upaya pengurangan emisi serta mengembangkan energi terbarukan.
”Penutupan pabrik itu adalah langkah untuk memperlihatkan bahwa negara sedang berupaya sebaik mungkin untuk mencapai target,” ujar Andy Xie, ekonom independen di Shanghai, Minggu (22/8). ”Para pemimpin harus menyelamatkan muka mereka,” ujarnya lagi.
Bulan ini saja Beijing telah memerintahkan penutupan setidaknya 2.087 pabrik yang memproduksi baja, batu bara, semen, aluminium, gelas, dan material lainnya.
Penutupan pabrik-pabrik itu harus tuntas dilaksanakan September 2010. Jika tidak diselesaikan pada September, Pemerintah China mengancam kucuran kredit kepada pengusaha pabrik tersebut akan dibekukan dan pasokan energi akan diputus.
Para pejabat pemerintah di Provinsi Anhui mengatakan, pihaknya telah memutuskan pasokan energi selama satu bulan terakhir setelah mereka gagal memenuhi target pengurangan emisi. Akan tetapi, tampaknya hanya puluhan pabrik yang akan sepenuhnya ditutup. Selebihnya, mereka hanya diperintahkan untuk menurunkan kapasitas seturut dengan petunjuk dari pemerintah.
Sementara itu, pabrik seperti Tianjin Tiangang Iron and Steel Co di China utara, sebagai contoh, harus menutup dua pabriknya. Adapun Chaofeng Construction Materials Co juga di China utara harus menutup dua lini produksinya.
Para pemimpin mereka di Beijing telah berupaya keras untuk mendapatkan pengakuan seputar pengurangan emisi dan perusakan lingkungan yang terjadi di China.
Sebelum pertemuan tentang iklim di Kopenhagen tahun 2009, mereka berjanji akan mengurangi intensitas karbon, yaitu ukuran untuk emisi gas kaca per unit aktivitas ekonomi menjadi 40-45 persen pada 2020 yang dihitung berdasarkan angka tahun 2005.
Reputasi turun
China juga telah menginvestasikan dana sebesar 738 miliar dollar AS untuk mengembangkan energi bersih dalam satu dekade ke depan. Selain itu, China juga bertekad untuk dapat mencapai target guna menghasilkan 15 persen energi dari energi terbarukan, sebagian besar dari air dan angin pada 2020.
China juga akan menjadi tuan rumah perundingan tambahan sebelum dilangsungkannya Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Meksiko bulan Oktober mendatang.
Beberapa negara di dunia saat ini memang tengah berupaya meneruskan kesepakatan yang telah dicapai dalam Protokol Kyoto yang target mengikatnya akan berakhir pada 2012.
”Jika Beijing tidak dapat memenuhi target 2010 dengan selisih yang besar, kredibilitasnya dalam komitmen mengenai perubahan iklim akan dipertanyakan di percaturan internasional,” ujar Damien Ma, salah seorang analis dari Eurasia Group yang berbasis di New York, Amerika Serikat.
Pada 2009, China telah mengurangi konsumsi energinya per unit produk domestik bruto sebesar 14 persen. Akan tetapi, dalam enam bulan pertama tahun 2010, konsumsi energi itu naik lagi sebesar 0,09 persen. Ini merupakan kenaikan tahunan sejak tahun 2006.
”Saya rasa pemerintah akan mengerti jika mereka gagal memenuhi target 20 persennya. Hal ini akan mencerminkan betapa buruknya China,” ujar Yan Allun, manajer kampanye iklim dan energi di Greenpeace China. Dia mengatakan, pabrik-pabrik tersebut menimbulkan polusi berat di China
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
INDONESIA PLASA