11 Oktober 2010

MENTAN FASILITASI SMART DAN GREENPEACE

INDONESIA PLASA BY:Toni Samrianto.

Perkebunan

Senin, 11 Oktober 2010 | 21:38 WIB

Pekerja menyiangi rumput di sekitar bibit tanaman kelapa sawit di salah satu perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Senin (22/2).

Menteri Pertanian Suswono memfasilitasi pertemuan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk atau SMART, dengan Greenpeace di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (11/10). Pertemuan segitiga dalam sesi terpisah antara produsen minyak kelapa sawit mentah terintegrasi nasional dan organisasi nonpemerintah lingkungan hidup ini bertujuan mencari titik temu.

Greenpeace menuding SMART melanggar asas kelestarian dalam memproduksi minyak kelapa sawit mentah dengan menanami lahan gambut sedalam lebih dari 3 meter dan mengurangi luas hutan hujan tropis dengan ekspansi lahan. SMART membantah hal ini dan menunjuk auditor independen Control Union Certification dan BSI Group serta pakar ekologi dan konservasi kehutanan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo dan Yanto Santosa untuk meneliti tuduhan tersebut.

Dalam jumpa pers bersama, Mentan mengungkapkan, pertemuan tersebut belum tuntas. Oleh karena itu, pemerintah akan memfasilitasi pertemuan lanjutan.

Suswono menerima kedua pihak secara terpisah dan masing-masing selama 30 menit. Setelah pertemuan tersebut, Mentan didampingi Direktur Jenderal Hortikultura Achmad Dimyati dan Juru Bicara Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro menggelar jumpa pers yang menghadirkan dua ahli IPB, Presiden Direktur SMART Daud Dharsono, juru kampanye Greenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar, Kepala Perwakilan Indonesia Greenpeace Asia Tenggara Nur Hidayati, dan aktivis Greenpeace Asia Tenggara Yuyun Indradi.

"Komitmen pemerintah, semua pihak termasuk pengusaha harus memerhatikan aspek lingkungan. Naif sekali kalau kita membangun kebun kelapa sawit dengan merusak lingkungan, ekologi tetap harus diperhatikan," ujar Mentan.

Dia mengapresiasi penunjukkan tim independen untuk membiayai penelitian. Menurut Suswono, langkah tersebut merupakan keputusan yang bijak walau memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menjelaskan kepada publik hal yang sebenarnya.

Daud kembali menegaskan komitmen perseroan menjaga kelestarian lingkungan. Kami juga masih akan tetap berada di dalam RSPO (meja bundar minyak kelapa sawit lestari) karena baru lembaga ini yan g memiliki prinsip dan kriteria, walau belum sempurna, tetapi sudah baik. Adapun di dalam negeri kami tetap mematuhi semua peraturan yang ada, ujarnya.

Ahli ekologi IPB Bambang Hero Susanto menegaskan, mereka mengebor sedikitnya satu lubang dalam satu hektar areal untuk melihat gambut dari segala sisi. Salah satu hasil kajian adalah ditemukan 1.800 hektar kebun yang merupakan lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 3 meter.

"Walau hanya 2,8 persen dari luas konsesi, kelalaian ini sangat mengganggu. Namun, manajemen SMART telah bertindak dengan memecat manajer yang bertanggung jawab di kawasan tersebut," ujar Bambang.

Ahli konservasi IPB Yanto Santosa menambahkan, tuduhan Greenpeace berkait isu deforestasi berdasarkan terminologi hukum Indonesia ternyata tidak terbukti. Sebelas perusahaan yang diduga memicu deforestasi ternyata dibangun di areal yang bukan kawasan hutan.

"Tim juga menemukan, delapan dari 11 perusahaan ternyata beroperasi sebelum memiliki izin analisis dampak lingkungan. Hal ini ternyata wujud kepatuhan perusahaan terhadap peraturan lokal, yang walaupun melanggar undang-undang nasional, dan bupati memberikan izin usaha perkebunan sebelum analisis lingkungan selesai," ujar Yanto.

Seusai pertemuan, Bustar mengaku, mereka tidak menyangka Mentan menggelar pertemuan bersama tersebut. Namun, Bustar menekankan, kajian tim independen sudah membuktikan ada kesalahan SMART, terutama berkait pemanfaatan lahan gambut.

"Yang sekarang harus dilakukan pemerintah adalah penegakan hukum. Jangan sampai perusahaan memanfaatkan kelemahan pemerintah daerah untuk melanggar," ujar Bustar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INDONESIA PLASA