31 Januari 2011
KETURUNAN CHINA TIDAK LAGI FOKUS DI BIDANG EKONOMI
INDONESIA PLASA
Keturunan China Mulai Tampil
Jakarta, Sejalan dengan gerakan reformasi dan didukung kebijakan politik dari Presiden Abdurrahman Wahid, warga keturunan China kini tak lagi hanya terfokus pada bidang ekonomi. Mereka mulai memasuki pula bidang politik yang selama ini seperti ditabukan.
Selain mulai mencalonkan diri sebagai anggota parlemen, sejumlah warga keturunan China menjelang Pemilu 1999 memunculkan partai sendiri, seperti Partai Reformasi Tionghoa Indonesia, Partai Pembauran Indonesia, dan Partai Bhinneka Tunggal Ika. Partai Bhinneka Tunggal Ika bisa menempatkan wakilnya di DPR, yakni L Sutanto dari Kalimantan Barat (Kalbar).
Jumlah wakil rakyat dari warga keturunan China, dari periode ke periode keanggotaan Dewan, juga terus meningkat. Mereka bukan lagi mewakili daerah pemilihan yang merupakan basis warga keturunan China, seperti Kalbar, melainkan merata ke berbagai daerah.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) dari daerah pemilihan Jawa Tengah X, Hendrawan Supratikno, mengakui, langkah Presiden Abdurrahman Wahid yang membuka ruang lebih luas bagi partisipasi warga keturunan China dalam kehidupan berbangsa menjadi salah satu momentum bersejarah dalam reformasi dan demokratisasi di Indonesia.
”Partisipasi komunitas Tionghoa sekarang ini makin variatif, tidak hanya diidentikkan dengan bisnis. Ini sekaligus menjadi tantangan bagi komunitas Tionghoa untuk semakin berkontribusi dalam memajukan bangsa,” ujarnya, Minggu (30/1) di Batam.
Dalam bidang politik, Hendrawan mencatat ada 14 orang (data Litbang Kompas, 15 orang) dari total 560 anggota DPR periode 2009-2014 adalah keturunan China. Sejumlah kepala daerah juga dijabat keturunan China, seperti Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya dan Wali Kota Singkawang Hasan Karman. Basuki Tjahaja Purnama pada 2006 melepaskan jabatan sebagai Bupati Belitung Timur untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Bangka Belitung. Namun, ia belum berhasil meraih jabatan itu.
Belum dimanfaatkan
Tokoh masyarakat keturunan China, Sofyan Wanandi, menilai, kebebasan politik yang dialami warga etnis China di Indonesia kini memang jauh lebih baik ketimbang zaman Orde Baru. Sayangnya, iklim kebebasan itu masih belum dimanfaatkan secara maksimal.
”Sejak reformasi, kebebasan politik bagi etnis China itu sangat besar. Lihat saja, beberapa orang etnis China kini bisa menjadi anggota parlemen, baik di pusat maupun di daerah. Sebagian lain menjadi pejabat pemerintahan,” ujar Sofyan yang juga dikenal sebagai pengusaha.
Kebebasan yang lebih besar itu, menurut Sofyan, juga bisa dilihat dari munculnya sejumlah organisasi komunitas China, termasuk pula koran berbahasa China. ”Situasi semacam ini tentu tidak akan terjadi pada masa sebelum reformasi,” ujarnya.
Namun, ia mengakui, kondisi penuh tekanan yang dialami etnis China dalam jangka waktu panjang tidak bisa hilang begitu saja. Akibatnya, iklim penuh kebebasan sekarang masih belum dimanfaatkan secara maksimal oleh sebagian warga etnis China.
”Bagaimanapun, warga keturunan China terlalu lama tertekan sehingga sekarang masih ada sebagian di antara mereka yang takut-takut,” tutur Sofyan.
Hendrawan pun mengakui, kebebasan berpolitik bagi etnis China belum berjalan sepenuhnya. ”Secara normatif tidak ada diskriminasi, tetapi praktiknya hal itu bisa dirasakan,” katanya.
Anggota F-PDIP DPR (daerah pemilihan Bangka Belitung), Rudianto Tjen, juga mengakui masih adanya praktik diskriminasi itu. ”Perlakuan diskriminasi itu masih ditemukan di daerah dalam pemilu kepala daerah (pilkada). Saya mengalaminya saat maju dalam Pilkada Bangka Belitung. Justru yang melakukan adalah elite politik,” katanya.
Secara terpisah, Ketua DPRD Kota Singkawang (Kalbar) Tjhai Tjui Mie, Minggu, mengakui, dengan berbagai kekurangan yang ada, kini politisi dari etnis keturunan China merasakan atmosfer politik yang makin positif. Mereka dapat terjun ke kancah politik memperjuangkan kepentingan masyarakat.
”Sekarang masyarakat Tionghoa bisa masuk ke arena politik setelah tak ada lagi diskriminasi. Melalui kancah politik, kami bisa memperjuangkan kepentingan seluruh masyarakat, bukan hanya warga Tionghoa,” kata Tjhai.
Selain Tjhai, di Kalbar juga sudah berkiprah beberapa birokrat dan politisi dari etnis China. Ia mengungkapkan, perlakuan yang adil terhadap semua etnis di Indonesia harus tetap dipertahankan. ”Saya berharap, ke depan tak lagi dipersoalkan seseorang itu berasal dari etnis apa. Semuanya berhak mendapatkan perlakuan yang sama karena sesama warga negara Indonesia,” ungkapnya.
Hasan Karman mengakui, secara struktural dan hukum, warga keturunan China dipulihkan hak-haknya setelah masa reformasi. ”Setelah pemulihan hak itu, masyarakat Tionghoa bisa berperan di semua bidang, termasuk dalam politik,” katanya.
Kendati demikian, Hasan masih menemukan di lapangan adanya label tertentu yang diberikan kepada masyarakat Tionghoa. ”Saya berharap semakin lama tidak ada lagi orang yang memberikan cap ini dan itu karena kita semua adalah warga negara Indonesia,” katanya.
Terus buka keran
Di Jakarta, praktisi hukum Frans Hendra Winarta meminta pemerintah perlu membuka keran atau peluang lebih luas bagi warga keturunan China agar dapat bekerja dan berperan di lembaga pemerintah. Dengan demikian, warga keturunan China dapat lebih berperan dalam pembangunan di segala bidang.
Selama ini warga keturunan China sangat terbatas untuk bisa menduduki jabatan strategis di pemerintahan karena politik pecah belah dan perlakuan diskriminatif. Ini yang mendorong banyak warga keturunan China lebih memilih berkecimpung di dunia usaha atau sektor swasta.
Menurut Frans, politik pecah belah dilakukan sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Sikap ini menempatkan warga keturunan China sebagai manusia ekonomi. Akses warga keturunan China untuk masuk ke instansi pemerintah sangat lemah.
Frans mencontohkan, di Amerika Serikat (AS) juga pernah ada diskriminasi terhadap warga berkulit hitam. Namun, Pemerintah AS mengupayakan warga berkulit hitam bisa lebih berperan dan masuk ke perusahaan dengan aksi afirmasi. Saat ini Barack Obama, yang merupakan warga keturunan kulit hitam, pun bisa menjadi Presiden AS.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
INDONESIA PLASA