INDONESIA PLASA
Sabtu, 6 November 2010 00:54 WIB |
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengungkapkan, pihaknya menduga banyak pihak termasuk pejabat Kementerian BUMN terlibat penjualan saham murah `Krakatau Steel` yang kontroversial tersebut.
"Karena itu, usulan mendesak pembentukan tim pengawas independen oleh Kementrian BUMN sebaiknya tidak hanya mengawasi penjualan saham Krakatau Steel (KS)," kata Anggota Badan Anggara (Banggar) DPR RI ini kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Sebab, menurutnya, persoalannya justru ada saat perhitungan harga yang cuma dipatok pada angka rendah, yakni Rp850 per saham.
"Angka harga jual ini terlalu rendah dan tidak wajar. Makanya kami menduga banyak pihak termasuk pejabat Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terlibat," kata Wakil Bendahara Umum DPP Parrtai Golkar tersebut.
Artinya, lanjutnya, ada dugaan kuat permainan tingkat tinggi untuk `menggaruk` kekayaan Negara yang dilakukan secara canggih.
"Ini harus diusut tuntas, karena berpotensi besar merugikan keuangan Negara. Apalagi sesudah KS yang merupakan BUMN Strategis (BUMNis), segera menyusul privatisasi beberapa BUMN Indonesia lainnya," katanya mengingatkan.
Sarat Konspirasi
Bambang Soesatyo lebih lanjut mengatakan, pihaknya menilai, penetapan harga IPO per saham KS sebesar Rp850 terindikasi sarat rekayasa dan konspiratif.
"Tujuannya, memenuhi kepentingan dana pihak-pihak tertentu di dalam negeri. Bahkan ada indikasi, bahwa sekumpulan investor berbadan hukum asing akan memborong saham KS di pasar perdana," ungkapnya lagi.
Dikatakan, mereka semua mendapatkan akses borongan itu karena menjanjikan komitmen `fee` kepada oknum pejabat Pemerintah," ujarnya.
Komitmen `fee` itu, lanjutnya, diduga akan didonasikan kepada partai politik tertentu.
"Saya tidak akan mengindentifikasi oknum-oknum itu, karena data di tangan kami belum cukup akurat. Tapi yakinlah kami sudah mendapat informasi bahwa sejak awal IPO saham KS di`plot` pada harga Rp1.500 perlembar," ungkapnya.
Jadi, bagaimana ceritanya turun pada angka Rp850, itulah yang menurut Bambang Soesatyo masih ditelusuri.
"Yang jelas, dengan harga saham KS yang dtawarkan Rp850 sebanyak 3,15 milyar lembar, maka potensi penerimaan negara yang hilang, lebih dari satu triliun rupiah. Sebab harga saham KS wajarnya harusnya di atas Rp1100," tandasnya.
Ia lalu mengungkapkan, di pasar gelap saat ini ada investor berani bayar Rp1500 per lembar.
"Kalau investor beli Rp 1100 saja, maka investor sudah untung Rp750 milyar yang mestinya milik Negara. Karenanya kami minta PPATK harus meneliti uang yang masuk ke tiga instansi sekuritas penjamin emisi KS. Yaitu Bahana, Danareksa dan Mandiri Sekuritas," tegasnya.
Pokoknya Bambang Soesatyo mengharapkan, siapa saja yang dapat jatah terbanyak saham KS, harus diungkap.
"Pertanyaan berikutnya, benarkah ada petinggi negara dan petingi Parpol terlibat dlm pencaloan saham tersebut? Benarkah ada aliran dana besar dari Telkom ke penjamin emisi," tanyanya lagi.
Lalu, ia pun mempertanyakan, Telkom itu `the riel investor` atau hanya `nalangi` sementara untuk orang-orang tertentu tadi?
"Kami di Dewan berharap sekali, pihak BPK juga harus turun tangan mengusut terjadinya penetapan harga Rp850 per saham yang terlalu murah dan penuh kontroversi itu," katanya.
Ia terus terang khawatir, Negara menerima kerugian besar dari cara Pemerintah memprivatisasi BUMN.
"Harap diingat, setelah KS, akan menyusul privatisasi beberapa perusahaan BUMN lain," ujar Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III dan Badan Anggaran DPR RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
INDONESIA PLASA