INDONESIA PLASA
Senin, 27 Desember 2010 11:04 WIB
Pesepakbola timnas Indonesia M. Ridhwan menghindari tekel pesepakbola Malaysia Kunanlan Subramanianpada pertandingan final leg pertama AFF Suzuki Cup di stadion nasional Bukit Jalil, Selangor, Malaysia, Minggu (26/12)
Jakarta
Sedih, kecewa, dan beban berat harus ditanggung "Tim Garuda" --julukan penuh gelora nasionalisme untuk tim nasional sepak bola Indonesia--setelah ditaklukkan tuan rumah Malaysia 3-0.
Sedih, karena di luar dugaan timnas Indonesia yang bertabur pujian, dukungan, doa, dan melangkah mulus di pertandingan-pertandingan sebelumnya, telah dibuat tidak berdaya oleh aksi Safee bersama rekan-rekannya di babak kedua laga leg pertama final Piala AFF 2010.
Barisan merah suporter Indonesia yang semula gemuruh di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, berubah lesu dengan raut-raut muka sedih ketika gol demi gol bersarang ke jala gawang Tim Merah Putih yang dijaga Markus Horison.
Sungguh tidak ada yang mengira, Indonesia yang bermain bagus sepanjang babak pertama dan beberapa kali menciptakan peluang, tiba-tiba seperti kehilangan nyawa, pertahanannya morat-marit persis setelah mereka memrotes keras kilat-kilat lampu laser yang menyasar mata pemain-pemain Indonesia.
Campur tangan suporter Malaysia mempengaruhi pemain lawan memang sudah selayaknya diprotes, dan bukan tanpa alasan kiper Markus Horison memilih meninggalkan sarangnya sembari mengajak-serta rekannya untuk mogok bermain.
Karena, hanya dengan cara itulah "kecurangan" orang di luar lapangan yang dikeluhkan para pemain Indonesia, terutama Markus, sejak awal pertandingan, menjadi perhatian serius pihak Malaysia.
Setelah terhenti beberapa saat ketika terjadi beberapa perundingan di dalam dan di luar lapangan, pertandingan pun dilanjutkan meski tetap sesekali sorot lampu laser mengenai muka pemain-pemain Indonesia.
Sedikit lega awalnya, karena teror sinar laser berkurang, namun rupanya saat itu pulalah "senjata laser" ampuh suporter Malaysia sepertinya sukses memecah jantung konsentrasi kubu tim Indonesia.
Betapa tidak, "Tim Garuda" yang sejak babak pertama tampak lebih dominan, menjadi tampak lemah di beberapa titik, terutama barisan pertahanannya.
Kegundahan, kekesalan, bahkan mungkin kemarahan karena sinar laser, harus diakui telah membuat para pemain Indonesia pada pertengahan babak kedua kehilangan konsentrasi, umpan kurang akurat, bola lepas, dan memang itulah yang diinginkan suporter tuan rumah.
Hilangnya konsentrasi dan kepercayaan diri Firman Utina dan kawan-kawan, rupanya dimanfaatkan dengan jitu oleh pemain Malaysia hingga pada menit ke-61, gol pertama "kebangkitan" tuan rumah pun tercipta melalui Safee, pemain tajam yang disebut-sebut sekelas Christian Gonzales.
Merasa di atas angin, penyerang-penyerang Malaysia pun terus menekan dengan mental lebih "tebal" dan lepas hingga Mohammad Ashari memperbesar keunggulan tuan rumah via gol yang hanya berselang enam menit kemudian.
Alih-alih hendak memperkecil ketertinggalan, Indonesia justru kembali dikejutkan dengan gol kedua Safee pada menit ke-73 yang membawa Malaysia memenangi pertandingan leg pertama Final Piala AFF Suzuki 2010 dengan skor 3-0.
KecewaKecewa? Indonesia jelas kecewa dengan hasil di Bukit Jalil, termasuk barangkali para pemain kita, tetapi yang lebih mengecewakan lagi terjadinya kerusuhan dalam penjualan tiket di Stadion Gelora Bung Karno, tempat pertandingan leg kedua akan digelar 29 Desember nanti.
Kejadian itu seolah kian menebalkan citra buruk pendukung sepak bola di Indonesia yang "suka" kekerasan dan anarkis. Siapa sebenarnya mereka? Suporter atau rioters (perusuh)? Kalau pendukung kenapa justru berulah mengancam dan bisa merugikan tim yang dibelanya?
Sadarkah mereka, bila kejadian tersebut bisa saja membuat pertandingan final leg kedua gagal digelar di Jakarta, mungkin di daerah lain atau bahkan di negara lain.
Sungguh kejadian yang sangat tidak diharapkan atau memang kita mungkin menganggapnya "ringan" saja karena sudah begitu terbiasa.
Berbagai isu pun mencuat setelah peristiwa memalukan itu, diantaranya tudingan manajemen penyelenggaraan yang buruk, politisisasi PSSI, dan yang merisaukan adalah buruknya mentalitas dan moral masyarakat kita yang begitu akrab dengan kerusuhan.
Apa pun akar persoalannya, sudah semestinya pemerintah dan pemangku kepentingan persepakbolaan segera memperbaikinya kalau ingin awal kebangkitan sepak bola "Merah Putih" pada Piala AFF 2010 ini berlanjut pada masa mendatang.
Beban Berat
Dengan kekalahan 0-3 pada pertandingan "sarat laser" di Bukit Jalil menimbulkan beban berat bagi Timnas Indonesia di pertandingan leg kedua final nanti, karena setidaknya kita harus bisa menyarangkan 4 gol tanpa kebobolan.
"Sulit untuk memenangkan pertandingan kedua untuk merebut juara," kata pelatih Timnas Alfred Riedl usai pertandingan.
Tetapi, bukan berarti tidak ada harapan, sebagaimana diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berpesan "tidak perlu berkecil hati", masih ada hari esok, yang penting seluruh rakyat Indonesia tetap memberikan dukungan dan berdoa demi keberhasilan Timnas.
Satu-satunya harapan adalah di Gelora Bung Karno 29 Desember mendatang, dan tidak perlu berkecil hati memang, karena dukungan dari berbagai kalangan tetap mengalir untuk Timnas Indonesia yang sudah berjuang sekuat tenaga di kandang lawan.
Pacar striker Timnas Irfan Bachdim, Jennifer Jasmin Kurniawan, misalnya, yang dalam halaman twitternya @JenniferBachdim menulis: "Indonesia kalah, `but I still support Timnas, and we can do it on Wednesday! be gonna beat them 5-0 !!!`"
Juga dari Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, pengamat ekonomi Faisal Basri dan banyak lagi lainnya.
Bukan untuk menambah beban tentunya, harapan-harapan yang diutarakan para pendukung tidak lain bentuk dukungan moril bagi Timnas yang diharapkan bisa bermain "lepas" tanpa beban di "rumah" sendiri seperti laga-laga kandang sebelumnya.
Berilah dukungan dengan sportif, jangan balas "kecurangan" suporter Malaysia, tapi balaslah kekalahan di Bukit Jalil dengan gempuran gol-gol kemenangan.
Bravo Timnas!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
INDONESIA PLASA