Deposito masih menjadi lahan favorit para nasabah premium (affluent) di Indonesia untuk menyimpan dananya. Hal ini terlihat dari hasil survei The Hongkong and Shanghai Banking Corp (HSBC) terhadap 385 responden dengan kekayaan di atas Rp 500 juta di Jakarta dan Surabaya.
Survei bertajuk HSBC Affluent Asian Tracker yang diselenggarakan di tujuh negara ini menunjukkan, 95 persen responden di Indonesia berinvestasi di deposito rupiah. Sisanya, memilih instrumen finansial lain, seperti obligasi dan saham. Dibandingkan dengan China, seluruh responden di negara itu memiliki deposito dalam mata uang lokal (yuan). Namun, mereka juga mendiversifikasi investasinya ke saham 71 persen responden, reksadana 55 persen responden, dan deposito valas 21 persen responden.
AVP Investment Sales HSBC Indonesia, Alfred Rinaldi, mengatakan sejatinya 63 persen responden tertarik meningkatkan investasinya di instrumen lainnya. "Jadi, bukan tidak mau berinvestasi, tapi kurang pengetahuan mengenai investasi," ujarnya, Kamis (29/7/2010).
Inkawan D Jusi, Senior Head of Wealth Management PT Bank Mandiri Tbk, menilai, besarnya porsi investasi nasabah premium Indonesia di deposito terjadi karena deposito dinilai sebagai instrumen yang paling aman. Selain itu, deposito menjadi media investasi yang pertama dikenal masyarakat menengah ke atas.
Saat ini, Bank Mandiri memiliki sekitar 48.000 nasabah wealth management. Dari angka tersebut, hanya 5-8 persen yang berinvestasi di luar deposito. "Meski investasi lain hanya 5-8 persen, nilai nominalnya mencapai Rp 20 triliun. Ini hampir 20 persen dari total dana kelolaan wealth management Mandiri yang sekitar Rp 90 triliun," ungkapnya.
Inkawan bilang, nasabah yang menginvestasikan dana Rp 500 juta-Rp 5 miliar biasanya memiliki tujuan investasi jangka menengah. Misalnya, dana pendidikan, menikah, dan sebagainya. Sementara itu, investasi di atas Rp 5 miliar biasanya untuk keperluan bisnis.
Survei HSBC juga menunjukkan, Indonesia menempati urutan ketiga segmen premium termuda dengan rata-rata usia 39 tahun. "Kami hanya kalah dari China dan India," tutur Alfred.
Melihat pasar yang besar ini, Head of Wealth Management HSBC Indonesia Bharat Khosla mengatakan, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling diminati investor. "Indonesia dianggap sebagai wealthy boy untuk investasi," ujar Khosla. Meski persaingan di bisnis pengelola kekayaan ini ketat, setiap bank memiliki kekuatan masing-masing.
Rudy Hamdani, Direktur Konsumer PT Bank OCBC NISP Tbk, sependapat. Ia menilai, pasar wealth management memang masih besar. Saat ini, nasabah wealth management Bank OCBC NISP sudah di atas 5.000 nasabah. "Saya optimis, wealth management masih bisa tumbuh 10 persen tahun ini," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
INDONESIA PLASA