Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Asia Pacific Regional Economic Outlook (REO), pertumbuhan perekonomian di Asia telah melampaui ekspektasi hingga pertengahan tahun 2010. Kondisi tersebut menjadikan Asia sebagai salah satu kawasan yang memimpin perbaikan ekonomi di dunia serta mendorong International Monetary Fund (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada tahun ini menjadi 8%.
“Tingkat pertumbuhan Cina dan India berada di depan, masing-masing mencapai 10,5% dan 9,7%. Indonesia sendiri diperkirakan tumbuh 6%, sedangkan Jepang saat ini diproyeksikan 2,8%. Sementara pada 2011 nanti, untuk ekonomi Asia diperkirakan tumbuh di angka 6,8%,” papar Direktur IMF untuk Departemen Asia dan Pasifik, Anoop Singh, dalam “IMF Economic Outlook and Rebalancing in Emerging Asia” di kantor Bank Indonesia, Kamis (21/10).
Menurut analisis REO, pertumbuhan ekonomi yang kuat membawa berbagai tantangan kebijakan baru. Tekanan inflasi akan terus meningkat, sementara harga-harga di beberapa pasar properti mengalami pertumbuhan hingga dua digit. “Sekarang waktunya bagi negara-negara di kawasan ini
untuk menormalkan kebijakan moneter dan fiskal,” ujar Anoop.
Selain kebijakan moneter dan fiskal, hal lain yang juga menjadi tantangan bagi kawasan yang menjadi sasaran para investor dalam menanamkan modalnya adalah mengelola capital inflow (arus modal masuk). Indonesia sebagai salah satu negara yang diminati investor karena pertumbuhan ekonominya, sebaiknya memanfaatkan arus modal masuk untuk investasi pada proyek jangka panjang. ”Ini merupakan tantangan yang sulit karena pada negara emerging market seperti Indonesia,
kondisi ini dapat membawa berbagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan,” kata Anoop lagi.
Menurutnya, IMF melihat dua perspektif terkait capital inflow tersebut. Pertama, efek jangka pendek yang timbul, kedua, upaya jangka panjang untuk menarik dana-dana tersebut berada lebih lama di
Indonesia. “Untuk jangka pendek, jangan sampai kelebihan likuiditas, sementara dalam jangka panjang, bagaimana menarik dana tersebut ke proyek-proyek infrastruktur dalam mendorong perekonomian lebih kuat lagi,” tuturnya.
Aanop mengemukakan, saat ini BI telah berupaya untuk menjaga capital inflow dan besaran likuiditas dengan beberapa kebijakan. Di antaranya adalah penerapan aturan untuk menaikkan Giro Wajib Minimum Primer perbankan menjadi 8% untuk menyerap likuiditas moneter. Lalu dengan menerapkan kepemilikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) oleh asing, paling tidak satu bulan, untuk menahan capital inflow lebih lama di Tanah Air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
INDONESIA PLASA