Bank Indonesia (BI) optimistis perang kurs antarnegara adidaya tidak akan berlanjut sehingga perekonomian global akan tetap kondusif.
"Hasil pertemuan di Korea Selatan (pertemuan menkeu dan gubernur bank sentral negara-negara G-20) cukup menggembirakan," kata Deputi Gubernur BI Ardhayadi seusai menghadiri raker Badan Anggaran DPR di Jakarta, Senin (25/10/2010).
Ia menyebutkan, ada saling pengertian dari negara-negara anggota G-20, khususnya negara-negara adidaya untuk mencapai keseimbangan global yang menguntungkan semua pihak. "Dari negara China bisa dilihat view yang sama, ini poin yang menarik," kata Ardhayadi.
Menurut dia, masing-masing negara diminta komitmen politiknya dan akan dilihat bagaimana implementasinya.
Perang kurs atau mata uang antarnegara besar terjadi setelah krisis beberapa waktu lalu. Hampir semua negara mempertahankan agar nilai mata uangnya tetap rendah guna menggenjot ekspor sebagai langkah pemulihan dari krisis.
China sebagai negara yang sudah menumpuk cadangan devisa termasuk negara yang mempertahankan agar nilai mata uangnya tetap rendah sehingga ekspor tetap tinggi.
Bagi Indonesia khususnya bank sentral, dinamika nilai mata uang memberikan dampak kepada biaya operasi bank sentral. "Target neraca BI tetap tercapai, namun kalau angka defisitnya saya harus lihat lagi," katanya.
Ketika ditanya berapa besar defisit neraca BI jika capital inflow pada 2011 lebih besar dari 2010, Ardhayadi mengatakan, hal itu tergantung dari arah masing-masing negara. "Mudah-mudahan arah dari negara-negara yang ada khususnya negara besar memberikan keseimbangan global yang lebih baik," kata Ardhayadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
INDONESIA PLASA