19 Januari 2011

Pengamat: Pangan dan Minyak Sebab Inflasi 2011

INDONESIA PLASA

Rabu, 19 Januari 2011 22:25 WIB
Jakarta

Pengamat ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan pemerintah harus mampu mengatasi masalah ketahanan pangan dan meningkatnya harga minyak dunia pada 2011 agar laju inflasi tidak melambung tinggi.

"Soal minyak dan pangan ini akan menjadi pemicu terpenting inflasi, maka pemerintah harus menyatakan perang terhadap inflasi yang dapat disebabkan dua komoditas itu," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, dalam menangani keterbatasan pangan, pemerintah harus membenahi manajemen impor serta menata pranata distribusi barang dalam pengadaan selain meningkatkan produksi beras dan memberikan subsidi kepada petani.

"Jadi manajemen impor harus ditata sebaik mungkin, serta membenahi pranata distribusi. Apalagi saat ini kenaikan harga tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan petani jadi pranata distribusi dibuat secara lebih fair, tidak oligopoli seperti sekarang. Sehingga apabila harga komoditas pangan naik, sebagian itu dinikmati petani, karena saat ini kenaikan hanya dirasakan oleh distributor," ujarnya.

Selain itu, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini mengharapkan pemerintah dapat membenahi sistem operasi pasar, karena saat ini stok Bulog sebesar 1,2 juta ton masih kurang memadai, karakteristik beras kurang diminati masyarakat serta belum menyentuh daerah-daerah yang menyumbang inflasi tertinggi.

"Operasi pasar magnitudenya lebih kecil dari kebutuhan, untuk kasus di Indonesia paling tidak dia harus punya cadangan 2-3 juta ton agar efektif, kemudian, karakteristik beras yang kurang diminati sehingga efektifitasnya lemah, dan operasi pasar belum menyentuh daerah penyumbang inflasi tertinggi. Jadi operasi pasar seperti right policy but in the wrong place," ujarnya.

Sementara, harga minyak yang semakin meningkat pada 2011, ia mengatakan harus diwaspadai pemerintah apalagi rencana pembatasan BBM pada Maret mendatang dapat menimbulkan moral hazard.

"Yang terpenting kebijakan seperti apa yang bisa dibuat pemerintah agar tidak terjadi moral hazard, karena sulit membuat diskriminasi harga untuk publik dan privat. Pemerintah sanggup tidak mengawal kebijakan itu," ujarnya.

Menurut dia, dengan situasi saat ini harga minyak dapat meningkat hingga 120 dolar per dolar AS dan bisa sulit untuk dikendalikan sehingga ada kemungkinan pemerintah akan mengubah asumsi ICP minyak dalam APBN 2011 dan menaikkan harga BBM.

"Tidak masalah pemerintah mengubah asumsi makro, namun yang terpenting kebijakan seperti apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk menghadapinya, karena tanpa cadangan minyak yang memadai kemungkinan harga minyak bisa mencapai 150 dolar AS," ujarnya.

Untuk itu, ia memprediksi, apabila kedua permasalahan tersebut tidak diantisipasi dengan baik oleh pemerintah, maka laju inflasi 2011 bisa mencapai 8 hingga 10 persen.

"Saya memprediksi bisa inflasi 2011 bisa sampai dengan 8 persen. Itu dengan asumsi harga minyak tidak sampai 120 dolar. Kalau sampai 120 dolar, pemerintah kemungkinan akan menaikkan harga minyak dan inflasi bisa mencapai 10 persen," ujar Erani.

Namun, secara keseluruhan, ia mengatakan pertumbuhan ekonomi masih bisa dipertahankan pada level 6,4 persen yang sangat bergantung kepada kebijakan pemerintah dalam mengelola laju inflasi.

"Saya masih optimis pertumbuhan masih pada level itu, hanya saja tergantung kebijakan pemerintah. Harus ada yang dikorbankan dan biasanya itu adalah masyarakat miskin. Jadi pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati masyarakat lapis atas yang kerja di sektor non tradable," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INDONESIA PLASA