16 November 2010

Survei Integritas Sektor Publik Bea dan Cukai Kritik Metode Survei KPK

INDONESIA PLASA
Selasa, 16 November 2010 | 07:48 WIB
Truk peti kemas ditarik mesin otomatis untuk dipindai di operator fasilitas pemindaian sinar X dengan energi tinggi Direktorat Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Berbeda dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang merasa puas dengan hasil Survei Integritas Sektor Publik 2010 yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai justru mengkritik metode survei yang dilakukan komisi tersebut.

Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai Susiwijono di Jakarta, Senin (15/11/2010), mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menghimpun informasi dari kelompok pengguna jasa kepabeanan yang tergolong patuh. KPK hanya menggali keterangan dari pelaku usaha yang berisiko tinggi.

Sehari sebelumnya, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Iqbal Alamsjah mengatakan, Ditjen Pajak merasa puas dengan pencapaian ini dan berjanji akan terus berkomitmen memberantas segala bentuk korupsi dalam pelayanan perpajakan.

Sebaliknya, Susiwijono mengkritik KPK karena tidak melakukan survei secara merata kepada semua kelompok importir dan eksportir yang ada sehingga hasil survei tentang gratifikasi di Ditjen Bea dan Cukai menjadi mengkhawatirkan.

Menurut Susiwijono, KPK hanya melakukan survei di Tanjung Priok, Jakarta. Itu pun tidak mencakup semua kelompok importir dan eksportir.

Survei tersebut hanya dilakukan atas kelompok importir dan eksportir pada golongan jalur merah dan kuning. Adapun kelompok importir dan eksportir yang ada pada jalur hijau, Mitra Utama (Mita) prioritas dan Mita nonprioritas, terlewatkan dari survei tersebut.

Untuk jalur Mita prioritas dan Mita nonprioritas, semua layanan dokumen impor dan ekspornya dilakukan secara elektronik sehingga tidak ada perwakilan perusahaan yang berurusan langsung secara fisik di Pelabuhan Tanjung Priok.

Pelaku usaha yang tetap harus dilayani secara langsung di Tanjung Priok adalah pengusaha di jalur merah dan kuning. Mereka, kata Susiwijono, berpotensi melanggar aturan kepabeanan sehingga harus mendapat pemeriksaan fisik.

”Kami sudah menjelaskan kepada KPK tentang kondisi itu. Jadi, memang tidak mungkin tergambarkan apa yang sebenarnya terjadi. Ini seperti melihat apa yang terjadi pada waktu simpan kontainer di pelabuhan yang masih mencapai 5,5 hari. Ini sulit ditekan karena ternyata pemilik barang belum tentu mau mengeluarkan barangnya cepat-cepat. Padahal, di Ditjen Bea dan Cukai, kami layani dalam hitungan detik atau menit,” Susiwijono berdalih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INDONESIA PLASA