13 November 2010

Ada Kasus Pajak Tertahan di MA 1,5 Tahun

INDONESIA PLASA
Jumat, 12 November 2010 | 15:45 WIB
Seorang melintas di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta (10/10). Wakil ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Nonyudisial Harifin A. Tumpa memberikan keterangan pers tentang masa pensiun ketua MA Bagir Manan. Harifin menjelaskan Bagir Manan tetap memimpin MA meski pada 6 Oktober 2008 kemarin memasuki usia 67 tahun dan pensiun, karena pensiun seorang pegawai negeri sipil (PNS) berlaku sejak akhir bulan pemberhentian yang bersangkutan, jadi tanggal 1/10 baru pensiun.

Kasus peninjauan kembali atau PK yang diajukan ke Mahkamah Agung harus menunggu lama untuk mendapatkan putusannya. Lama putusan yang dikeluarkan oleh hakim agung atas satu kasus pajak paling cepat adalah dua bulan, tetapi lebih banyak lagi yang harus menunggu lebih dari satu tahun, bahkan ada yang mencapai satu setengah tahun.

Kami mendapatkan informasi, Mahkamah Agung telah membentuk tim yang terdiri atas beberapa hakim agung.
-- Yon Suryayuda

Kepala Sub Direktorat Banding dan Gugatan II, Direktorat Pajak, Yon Suryayuda mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, Jumat (12/11/2010).

Menurut Yon, lambatnya penyelesaian PK tersebut disebabkan jumlah hakim agung bidang pajak yang dimiliki Mahkamah Agung hanya ada satu, yakni Widayatmo. Padahal, jumlah kasus pajak terus meningkat.

"Kami mendapatkan informasi, Mahkamah Agung telah membentuk tim yang terdiri atas beberapa hakim agung. Mereka akan bekerja menyelesaikan kasus PK perpajakan dengan dikoordinir oleh Hakim Agung Widayatmo," ungkapnya.

Staf Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Ditjen Pajak, Yudi Asmara Jakalelana menyebutkan, ada lima alasan Direktorat Pajak atau wajib pajak melakukan Peninjauan Kembali atas putusan yang dibuat oleh hakim Pengadilan Pajak. Pertama, ada novum atau bukti baru yang membuat kasus pajaknya tidak tuntas.

Kedua, muncul tipu muslihat yang harus dibuktikan oleh hakim tindak pidana terlebih dahulu. Ketiga, ada putusan hakim Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan Undang-Undang Perpajakan. Keempat, ada bukti tertulis yang bersifat penting. Kelima, ada satu bagian tuntutan yang belum dituntut oleh majelis hakim pengadilan pajak tanpa ada pertimbangan.

"Karena PK merupakan tindakan hukum luar biasa, maka ini tidak menunda putusan yang diambil oleh pengadilan pajak. Nanti, kalau putusan PK dari Mahkamah Agung berbeda dengan pengadilan pajak, baik Ditjen Pajak maupun wajib pajak berhak meminta kembali kelebihan pembayaran atau kekurangan perpajakan," ungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INDONESIA PLASA