Naiknya nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah ternyata menjadi ujung pangkal beragam perkara pidana yang menjerat mantan pegawai Ditjen Pajak, Gayus H Tambunan. Karena tergoda dengan perubahan kurs mata uang itulah, Gayus menukarkan dollar Amerika-nya senilai Rp 25 miliar ke dalam rupiah yang kemudian tercium PPATK sebagai transaksi mencurigakan.
Hal itu disampaikan anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa atau biasa dipanggil Ota, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (12/11/2010), saat bersaksi untuk Haposan Hutagalung. Ota dimintai kesaksian terkait keterangan Gayus kepada Satgas.
"Saya ini memang sial, pada saat perubahan kurs mata uang, tergoda untuk menukarkan uang dan masukkan ke bank. Kalau saya tidak tergoda, saya tidak seperti ini," kata Ota, menirukan keterangan Gayus.
Dikatakan Ota, atas jasanya, Gayus memperoleh dollar Amerika yang nilainya hingga Rp 100 miliar dari sejumlah wajib pajak. Semua dollar tersebut disimpan di rumahnya sebelum seperempatnya ditukar ke rupiah.
"Kalau memberikan service ke wajib pajak lumayan, Pak," kata Ota, kembali menirukan Gayus. Jumlah uang terbesar, lanjut Ota, didapat Gayus dari perusahaan Grup Bakrie sebagai wajib pajak, antara lain perusahaan KPC, Bumi, dan Arutmin. Akibat menukarkan dollarnya senilai Rp 25 miliar itu, Gayus diduga melakukan pencucian uang dan tindak pidana korupsi.
Kemudian, dia disidang di Pengadilan Negeri Tangerang. Namun, dakwaan atas Gayus tersebut tidak terbukti. Hal tersebutlah yang kemudian membuat Satgas, kata Ota, mengundang Gayus untuk dimintai keterangan.
Sebab, menurut informasi yang didapat Satgas dari mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Susno Duadji, terjadi praktik tidak terpuji dalam penanganan perkara Gayus di PN Tangerang.
Adapun uang Gayus senilai Rp 25 miliar yang sebelumnya diblokir polisi karena mencurigakan berhasil dibuka. Kemudian, kata Ota, Gayus membagi-bagikan uang tersebut kepada hakim, jaksa, polisi, pengacara Haposan Hutagalung, dan dirinya sendiri.
"Gayus bercerita pembukaan blokir (Rp 25 miliar) yang diberikan ke masing-masing penegak hukum. Jumlahnya itu hasil pemetaan dari Haposan. Total awalnya Rp 15 miliar, terakhir dia mengatakan, Rp 5 miliar untuk jaksa, Rp 5 miliar hakim, Rp 5 miliar polisi, Rp 5 miliar Haposan, Rp 5 miliar dirinya," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
INDONESIA PLASA